Darling, bisa aku bedah kepalamu?

mahes.varaa
Chapter #28

BAB 28

Mereka semua pantas mati! Setelah semua yang Ibu Heksa lakukan untuk desa ini, untuk semua penduduknya, mereka seharusnya melindungi Ibu Heksa! Tapi ketika Ayah Heksa berselingkuh dengan sahabatnya di depan mata semua orang, mereka justru nggak ada yang berani mengatakan kebenaran itu!”

Itu memang benar!  Aksa memahami ucapan penuh amarah dari Okta. Meski bukan penduduk asli desa pinggiran Kota Y, tapi dari cerita Okta saja, Aksa bisa memahami jika di masa lalu Ibu Heksa berbuat banyak demi desa dan penduduknya yang bahkan sampai saat ini masih begitu.

“Yah itu masih bisa aku maklumi karena saat itu Ayah Heksa adalah camat. Tapi setelah kematian tragis Ibu Heksa, mereka masih mengatakan jika Ibu Heksa pantas mati dan memihak suami dan sahabat yang telah menusuk Ibu Heksa dari belakang bahkan membuatnya kehilangan nyawa. Mendengar bagaimana mereka terus menjelekkan Ibu Heksa, aku benar-benar kesal. Jadi … aku memutuskan untuk melakukan itu!” Okta tiba-tiba tersenyum dan membuat Aksa kembali bergidik ketakutan. “Perbuatanku pada Ayah Heksa dan selingkuhannya berhasil dengan baik. Padahal saat itu … aku bersiap untuk ditangkap. Tapi karena polisi yang menangani kasus itu bodoh, aku lolos dan terus melakukan aksiku itu!”

Aku bisa paham sampai sini. Tapi kenapa sekarang … dia juga menculik Heksa? kenapa Heksa juga jadi korban?  Aksa yang bergidik ketakutan melihat ke arah Heksa yang sedang dalam keadaan tidak sadarkan diri. “A-aku paham alasanmu berbuat seperti itu. Aku paham kamu menghormati Ibu Heksa dan mungkin sudah menganggapnya sebagai keluarga. Tapi kenapa sekarang kamu juga menculik Heksa? Bukankah kamu menghormati Ibu Heksa?? Lalu kenapa sekarang kamu justru menculik Heksa dan membuatnya dikucilkan di desa??”

“Hari itu … “ Okta mengubah nada bicaranya. Ekspresi marah dan bahkan suaranya yang sempat meninggi, berubah. Wajahnya, ekspresinya dan suaranya berubah, menjadi lebih lembut. “Hari itu-malam terakhir aku bertemu dengan Ibu Heksa,  sebelum pergi beliau berpesan padaku.”

“Karena kita sudah lama jadi teman ngobrol, kita sudah seperti keluarga kan, Okta?”

“Tante bisa anggap gitu.”

“Kamu seumuran dengan Heksa-anak Tante. Lihat kamu, kadang buat Tante teringat dengan Heksa-anak Tante.”

“Kita emang satu sekolah, Te. Tapi aku sama Heksa-anak Tante nggak pernah satu sekolah. Jadi aku nggak kenal baik sama dia, cuma sekedar tahu saja.”

“Sayang sekali kalo gitu. Padahal menurut Tante, kalian berdua itu kadang mirip sekali.”

Okta terkejut mendengar ucapan Tantri-Ibu Heksa. “Dari mananya kami mirip, Te?”

“Cara kalian berpikir, kadang sama. Tante pernah cerita masalah anak yatim pada Heksa. Kamu tahu apa yang Heksa pikirkan?”

Okta menggelengkan kepalanya tidak bisa menebak. “Nggak, Te!”

“Heksa bilang, jadi anak yatim nggak ada salahnya. Katanya jadi anak yatim mungkin terkadang menyedihkan. Tapi jika ayah adalah sosok yang jahat, lebih baik jadi anak yatim kan?? Di luar sana ada banyak keluarga yang lengkap, tapi hidup mereka nggak sebahagia anak yatim. Ayah yang suka memukul, suka marah-marah, suka hutang, lebih baik nggak ada. Dari pada tinggal satu rumah tapi tersiksa. Itu kata Heksa.”

Lihat selengkapnya