Aku seorang jomblo kronis. Semenjak aku dilahirkan hingga berusia 20 tahun ini aku belum pernah merasakan yang namanya pacaran. Semua orang selalu bertanya padaku, kenapa hingga usia ini aku belum juga menambatkan hatiku pada seorang pun. Dengan tawa riang aku hanya menjawab mereka dengan kata andalanku:
“Cinta itu tidak perlu dicari. Kalau memang kamu sudah layak dan siap, maka dia akan menghampirimu tanpa diminta.”
Selepas itu, semua orang memandangku dengan terkagum-kagum.
Padahal, mereka semua tidak pernah mengetahui apa yang selalu kupikirkan. Mereka tidak pernah tahu apa yang selalu kudoakan setiap malam. Mereka tidak pernah mengerti apa yang selalu kukeluhkan pada sahabatku setiap detiknya. Bahkan mereka juga tidak pernah memahami apa yang selalu kurasakan.
“Sepertinya, aku tidak akan pernah punya pacar, deh.” Suatu siang yang cerah aku berkata demikian pada sahabatku, Erik.
Sahabatku yang tengah tiduran di rumput memandang langit langsung mengalihkan tatapannya padaku. Dia menghela napas sejenak.
“Mungkin.”
Aku sebal setengah mati mendengar responnya. Langsung kupukul kakinya dan mengumpat padanya.
“Terus kamu berharap aku berkata apa?” tanyanya seraya mengubah posisinya menjadi duduk.
Aku termenung sejenak, benar juga katanya. Aku sebenarnya berkata seperti ini mengharapkan respon apa darinya? Sejurus kemudian aku memasang wajah garang padanya. “Kasih semangat, dong! Bukannya membenarkan kalau aku tidak akan pernah punya pacar selamanya.”
Erik mengacak rambutku dan tertawa lepas. “Aku kan cuma berkata “mungkin”. Tapi bukan berarti kamu tidak akan bertemu dengan jodohmu. Kan bisa saja kamu tidak pernah pacaran tapi langsung menikah.”
Aku memicingkan mata pada Erik. “Itu kan kamu.”
.
.
.
Empat tahun kemudian...