DARLINGTOWN

Rain Emmeline
Chapter #11

10. "Tamparan" yang Dibutuhkan

Sulit dipercaya, pria itu menggenapi ucapannya. Dia berhasil mendapatkan nomorku dan menghubungiku saat ini.

“Apa yang kamu inginkan dariku sebenarnya?” tanyaku sedikit kesal.

Suara di seberang sambungan tertawa. “Ya ampun, jangan berpikir macam-macam. Aku hanya tertarik padamu karena kamu manis. Memangnya kalau aku menyukaimu, tidak boleh?” tanyanya terang-terangan.

“Bukan tidak boleh. Tetapi kamu terlalu agresif. Bahkan aku saja tidak tahu namamu.”

“Aku Kevin. Kamu Olivia, kan?”

“Iya.”

Kami diam sejenak. Kemudian dia bertanya lagi, “Bagaimana kalau besok kita kencan?”

“Aku sibuk. Ada banyak hal yang harus kulakukan.” Aku langsung menolak ajakannya. Lagipula, sedari awal dia bukan tipeku.

“Tidak pernah ada wanita yang menolak ajakan kencanku selama ini! Beraninya kamu menolakku mentah-mentah!” balas Kevin dengan murka.

Orang ini sangat narsis. Memangnya semua wanita harus selalu mau dengannya? Ah, aku tahu, dia memaksa seperti ini jangan-jangan karena waktu satu tahunnya hampir habis. Biar saja, mana ada orang yang mau berjodoh dengan orang narsistik seperti ini? Baru pertama kenal saja dia sudah bertingkah seperti ini, bagaimana dengan ke depannya??

“Ini akan jadi yang pertama seorang perempuan menolakmu mentah-mentah.” Setelah berkata seperti itu, aku memutuskan telepon secara sepihak. Selepas itu aku langsung memblokir nomor ponselnya dan tidak memusingkan pria itu lagi.

Aku memang datang ke Darlingtown untuk mencari jodohku. Tapi, bukan berarti aku akan menerima semua orang. Tetap saja aku memiliki standar tertentu dalam mencari pasangan. Belum memiliki pasangan bukan berarti kita tidak laku…

.

.

.

Saat ini Litani duduk termenung di Food Court sendirian. Konstanta meninggalkannya sejenak untuk ke toilet. Sembari menunggu pria itu kembali, pikiran Litani berkelana ke mana-mana. Dia tidak menduga kalau akan bertemu dengan Samuel dan Sally. Yang lebih membuatnya syok adalah ternyata dia masih menyukai Samuel. Kalau dia sudah bisa melupakan Samuel, tentu dia tidak akan bereaksi sekaku tadi ketika bertemu mereka. Litani yakin 100% kalau mereka berdua berkencan. Untuk apa mereka jalan berdua di malam Minggu kalau bukan karena pacaran? Tapi yang lebih menyebalkan, kenapa dia masih peduli??

Gadis itu membuang napas dengan gusar. Malam ini dia sial sekali harus bertemu dengan mereka. Pasti tadi Litani terlihat seperti orang bodoh dan suram kalau saja Konstanta tidak menyelamatkannya dari situasi awkward itu.

Konstanta kembali dengan membawa nampan berisi semangkuk mie ayam spesial jumbo, segelas chocolate float, serta ayam teriyaki dan kopi hitam. Dua menu pertama diserahkannya pada Litani, sedangkan menu sisanya diambilnya.

“Kakak minum kopi hitam malam-malam begini? Nanti nggak bisa tidur, lho.” Litani berkomentar ketika melihat Konstanta selesai menyesap kopinya.

Lihat selengkapnya