Darma masih memanaskan motor gagahnya sambil menunggu Arman yang sedang memakai sibuk sepatu, ia pun tak lupa menyuruh Adiknya untuk mengunci pintu karena sudah tidak ada satu orang pun yang berada di dalam rumah, Bu Halimah sudah pamit duluan menuju rumah makan seusai menyiapkan sarapan bagi Anak-anaknya.
“Buruan De, nanti telat!” Darma yang sudah siap untuk berangkat. Tinggal menunggu sang Adik selesai mengunci pintu.
“Susah A, keras banget nih pintunya” Teriak Arman yang masih berusaha mengunci pintunya, seluruh tenaganya sudah ia kerahkan sejak tadi namun, pintu pun tak kunjung berhasil di kunci.
“Aduhhh!!!” Darma menepuk jidat. Turun dari motornya, ia langsung berlari kecil menghampiri Adiknya yang terlihat sudah menyerah dari usahanya itu.
“Makanya olahraga angkat beban! Biar kuat!” Sindir Darma. Tugas menutup pintu kini beralih pada Darma. Arman melihat ke arah Kakaknya dengan sinis.
“Idihh! Kayak yang suka olahraga aja?” Arman menyindir balik. Raut wajahnya berubah kesal, kedua tangannya memegang pinggang seperti mandor proyek pembangunan apartemen.
Darma tak menghiraukan perkataan Adiknya. Ia langsung memasukan kunci tersebut ke lubangnya. “Nih liatin!” Tegas Darma. “Kalau ngunci pintu rumah yang udah tua, harus sedikit di paksa” Kini ia akan mencontohkan cara mengunci pintu rumahnya itu kepada Arman, tetapi sang Adik tak kunjung memperhatikannya. Arman malah asyik sendiri, melihat koloni burung yang berterbangan di depan rumahnya.
“Heh gundul!!!” Ejek Darma kepada Arman. Rambut Adiknya memang terlihat agak gundul. Seketika Arman langsung menengok ke arah Kakaknya yang sedang menahan tawanya.
“Enak ajah!” Mimik mukanya masih saja kesal. Posisi tangannya kini berpindah dari pinggang ke atas kepalanya yang memang terlihat gundul. “Ini bukan gundul. Ini tuh namanya cepak!” Arman membela diri, karena tak terima di sebut gundul oleh Kakaknya sambil mengusap-ngusap halus kepalanya.
“Ohh cepak!!!” Darma seakan-akan mengiyakan pernyataan Adiknya. “Cepak apaan tuh namanya?” Bertanya seolah-olah tak tahu apa yang di namakan cepak itu. Tawanya masih saja ia tahan-tahan.
“Ini namanya CEPAK ARMAN!!!” Tukas Arman. Jari telunjuk serta jempolnya membentuk simbol ceklis yang ia tempelkan di bawah dagunya. Tak lupa ia melebarkan senyum sambil menatap ke arah Darma.
Tawa yang terbahak-bahak terdengar dari bibir Darma setelah mendengar jawaban Adiknya yang menggemaskan itu. Arman yang dari tadi hanya cemberut dan merasa kesal kini ikut tertawa, padahal sejak tadi sang Kakak tertawa karena sifat polos Adiknya.
“Hayu buruan!!! Nanti telat” Ajakan yang terdengar buru-buru. Darma mempercepat langkahnya menuju si kuda besi yang sedari tadi sudah menyala.
“Ehh, ehh, ehh! Itu tutorial ngunci pintu gimana?” Arman menarik tangan Kakaknya. Dirinya ingin tahu cara mengunci pintu rumah dengan benar bagaimana, karena dari tadi ketika Kakaknya menjelaskan, ia tak kunjung memperhatikan.
“Makanya kalau lagi ngejelasin itu perhatiin. Bukan malah asyik nonton burung!!!” Kesal Darma yang kini sudah menaiki motornya kembali. Di susul Arman yang terlihat kesusahan menaiki motor Kakaknya, karena jaraknya terlalu tinggi.
Akhirnya mereka berangkat, tak lupa Darma mengenakan jaket kesayangannya serta helm full face berwarna hitam yang di belakangnya bertuliskan “CFB”. Bu Halimah juga tak lupa membelikan sebuah helm untuk Arman si anak bungsunya itu, warnanya merah terang sesuai warna kesukaan Arman, walau helmnya agak terasa ke besaran.
Hanya butuh waktu lima belas menit untuk sampai di sekolahan Arman. Jarak dari rumah mereka menuju kesana tidak begitu jauh dan sama halnya dengan jarak dari sekolahan ke rumah makan milik Ibunya.
“Man udah nyampe nih, buruan turun” Pinta Darma pada Adiknya untuk segera turun dari motor. Namun, tak kunjung ada jawaban dari Arman. Darma membuka kaca helmnya, menoleh ke arah belakang.
“Astagfirulloh!” Darma sontak di buat kaget sampai berekspresi dan berkata seperti itu. “nih anak malah tidur” Mematikan motor serta membuka helmnya. “Heh gundul bangun, udah sampe nih” Membangunkan Adiknya pun ia masih saja dengan cara mengejek seperti itu. Ia menepuk-nepuk bahu Adiknya, tak lama kemudian Arman terbangun dari tidurnya.
“Huaahhhh” Arman menguap. “Dimana nih?” Arman mengucek-ngucek matanya. Ia masih kebingungan karena sepanjang perjalanan tadi ia tertidur pulas.
“Sekolahan” Singkat Darma. “Udah buruan cepet turun, tuh gerbangnya udah mau di tutup” Arman di buat tersadar seketika. Ia melepaskan pelukan erat dari pinggang Kakaknya. Darma merasa ada hal yang tak enak di punggungnya. Tangannya meraba-raba ke bagian belakang tubuhnya.
“Idih ngeces lagi nih si gundul” Tukas Darma. Ia melihat lingkaran abstrak dan basah di sekitaran punggungnya. “Maaf atuh, kan lagi tidur mah nggak sadar!” Rintih Arman. Matanya masih terlihat mengantuk, pakaiannya menjadi sedikit kusut, dasi merahnya melonggar dan miring sebelah.
“Iya,iya, Aa tadi Cuma bercanda. Lagian ngapain sih tidur di motor? Semalem begadang yah?” Darma melihat Adiknya turun dari motor. Matanya berputar-putar memperhatikan sang Adik yang terlihat kusut.
“Cuaca nya hari ini enak lagi sejuk, jadi bikin Arman ngantuk” Menunjuk ke arah langit yang sedang berwarna biru dengan sedikit awan putih sebagai penghiasnya. “Huaahhh!!” Arman menguap untuk yang kedua kali tanpa menutup mulutnya.
Darma membuka helm yang di gunakan Arman. Ia pun merapihkan pakaian yang sedikit kusut serta membetulkan dasi Adiknya itu.
“Udah rapih semua tuh, jangan lupa sebelum masuk ke kelas cuci muka dulu” Jelas Darma yang sedang mencantelkan helm Adiknya di dekat jok belakang.
“Yaudah. Arman masuk dulu..” Meraih tangan Darma lalu mengecupnya. “Assalamualaikum?” Arman berjalan meninggalkan Kakaknya.
“Waalaikumsalam” Pandangannya masih tertuju pada sang Adiknya yang sudah berjalan melewati gerbang dan masuk ke dalam sekolah.
Sesaat Darma akan memakai helm dan berangkat menuju kampus, tiba-tiba ia menguap sambil mengusap-ngusap matanya. “Duh, kenapa jadi gue yang ngantuk!”