DARMA INDAH

Aditya Maulana Yusuf
Chapter #5

Empat

Seminggu berlalu. Setelah pertemuan sederhana yang tak terduga di pagi hari itu. Darma tak kunjung bertemu lagi dengan Indah, karena dirinya sibuk mengerjakan tugas-tugas yang sudah menumpuk, serta mengikuti banyak kegiatan di kampusnya. Namun, kini semua itu sudah selesaikan dengan sangat baik olehnya.

Darma berjanji kepada Arman, jika tugas-tugasnya sudah selesai, ia ingin mengajak Arman untuk jalan-jalan berkeliling kota sepuasnya pada hari minggu, menggunakan motor gagahnya itu. Kemana pun tujuan yang di inginkan Arman ia akan turuti dengan senang hati.

Hari minggu tiba, mesin motor sudah menyala. Kemeja dan celana jeans sudah ia gunakan dengan rapih di tubuhnya. Arman pun sudah terlihat tak sabar untuk memulai perjalanan bersama Kakaknya, yang sudah ia tunggu-tunggu ini. Tanpa berlama-lama lagi mereka pun akhirnya berangkat, dan akan mampir terlebih dahulu ke rumah makan Ibunya.

Jalanan terlihat lebih ramai ketimbang hari-hari biasa, mungkin karena banyak orang-orang yang hanya mempunyai waktu untuk keluarganya ketika hari weekend tiba, karena di hari-hari biasa mereka sangat sibuk bekerja.

Rumah makan Ibunya kini sudah ada di depan matanya. Darma menyuruh Arman untuk masuk duluan karena dirinya akan memarkirkan motornya terlebih dahulu.

“Assalamualikum?” Ucap Darma sambil berjalan melangkah masuk ke dalam rumah makan dan menuju dapur, untuk bertemu sang Ibunda.

“Waalaikumsalam” Ibu dan Teh Nina menjawab salam sang pria tampan berambut gondrong itu dengan senyum yang mengembang begitu saja di bibir kedua wanita ini.

Semua meja memang masih terlihat kosong, karena rumah makan belum di buka. Teh Nina sibuk membersihkan meja dan kursi dengan lap bermotif kotak-kotak yang khas, karena di setiap rumah makan ataupun restoran pasti selalu ada lap seperti itu. Teh Nina pun tak lupa untuk mengepel lantai agar terlihat selalu kinclong dan bersih. Sedangkan Bu Halimah sibuk memasak beberapa hidangan lainnya terlebih dahulu, karena oseng ayam mercon ia masak dadakan, jika ada pelanggan yang memesannya.

“Tumben pagi-pagi udah kesini?” Ibu masih heran pada putranya, padahal jika hari libur tiba Darma selalu menggunakannya untuk beristirahat di rumah tanpa kemana-mana.

“Bosen Bu tiap libur di rumah terus, nggak ngapa-ngapain lagi” Darma duduk di salah satu kursi yang sering di gunakan para pelanggan. Tangannya mengusap-ngusap keringat di dahinya.

“Terus kamu mau kemana?” Ibu mematikan kompor karena masakannya sudah matang. Berjalan mendekat dan duduk di dekat Darma.

“Mau ngajak Arman jalan-jalan, karena Darma udah janji sama dia. Kasian, udah lama nggak jalan-jalan bareng sama Kakanya yang sibuk ini” Menjelaskan sekaligus meminta izin pada Ibunya sedang tersenyum saja ketika mendengar ucapan dirinya.

“Yaudah atuh, sana berangkat. Hati-hati di jalannya jangan ngebut-ngebut” Pinta sang Ibunda sambil menepuk-nepuk bahu Darma.

“Iya sebentar lagi...” Darma berdiri dari tempat duduknya. “Pengen minum dulu haus!” Berjalan ke dapur mengambil gelas dan segera menuangkan air putih dari teko yang berada di dekat kompor. “Eh iya, Ibu mau di beliin apa?” Tanya Darma setelah menghabiskan segelas air putihnya dengan cepat.

“Apa yah...?” Ibu berpikir. Kepalanya sedikit menenggak menatap ke plafon. “Martabak manis aja Dam” Setelah berpikir-pikir secara singkat, akhirnya Ibu memutuskan pilihannya.

“Ok nanti Darma beliin yang super-super spesial. Rasa coklat keju kan?” Darma langsung mengiyakan permintaan Ibunya itu tanpa berpikir-pikir lagi. Ia sudah mengetahui, bahwa sang Ibunda akan meminta hal tersebut kepadanya.

“Tepat sekali Dua juta rupiah untuk anda! Dan jangan lupa di potong pajak yah...” Tiba-tiba saja Ibu meniru ucapan pembawa kuis seperti di Televisi.

Tawa Darma, Arman dan Teh Nina langsung pecah ketika mendengarnya. Begitulah kelakuan Bu Halimah untuk mencairkan suasana, dia adalah orang yang sangat humoris, menyenangkan, tapi terkadang menjadi orang yang tegas jika sedang mendapatkan atau menyelesaikan masalah.

“Bu..Bu.., ada-ada ajah” Darma menggeleng-gelengkan kepalanya tak paham, dengan kelakuan sang Ibunda. Ia hanya bisa menanggapinya dengan sebuah tawa dari mulutnya.

“Eh iya! Teteh mau di beliin apa, biar sekalian?” Darma melihat ke arah Teh Nina yang masih saja sibuk dengan alat pelnya.

Lihat selengkapnya