DARMA INDAH

Aditya Maulana Yusuf
Chapter #6

Lima

Darma dan Arman sudah sampai di halte bus yang di maksud oleh Indah. Ia segera turun dari motor, matanya melarak-lirik kesana kemari dengan sangat fokus. Mencari sang wanita cantik yang ingin ikut jalan-jalan bersamanya. Darma masih berdiri menunggu di sebelah motornya. Arman hanya duduk dan terdiam menunggu saja di atas motor.

“Darmaaa!” Teriak Indah, ia melambaikan tangan dan mempercepat langkah kakinya sambil menenteng helm berwarna kuning yang tadi ia pinjam dari Roni, teman sekelasnya.

Darma melihat Indah. Matanya berpijar, hatinya merasa senang, senyumnya mengembang.

“Emang bener-bener cantik dari lahir kali yah, nih cewek?” Gumam Darma dalam hati saat melihat Indah untuk pertama kalinya lagi, setelah seminggu tak bertemu dan saling tak memberi kabar.

Wanita itu mengenakan kaos putih polos, celana hitam panjang, sepatu bewarna putih bersih, jaket jeans yang terlihat keren, totebag pink ia kaitkan di bahu kanannya, serta rambut panjangnya yang kini terikat.

“Shuttt!” Arman memberi kode, matanya mengedip-ngedip genit kepada sang Kakak. Tatapan Darma berpaling, matanya menyorot ke arah Arman. “Itu siapa A..?” Tanya Arman penasaran, akan wanita yang berteriak dan memanggil nama Kakaknya itu.

“Temen!” Singkat Darma. Kini tatapannya tertuju lagi pada Indah, yang masih berjalan cepat dan terburu-buru.

“Pacarnya A Darma kali?” Arman menggoda sang Kakak, berbarengan dengan tawa-tawa kecil terdengar dari bibir lucunya.

“Shuttt!” Jari telunjuknya menyentuh bibir. Menyuruh Arman untuk tak berbicara lagi.

Di hadapannya kini sudah ada wanita cantik, jaraknya kira-kira hanya tiga jengkal. Mereka saling menatap satu sama lain. Darma diam tak bergeming, Indah hanya mengembangkan senyumnya. Jantung Darma berdebar cepat tak biasa. Indah tiba-tiba mendekati Arman yang sedang duduk saja sambil mononton adegan di hadapannya, layaknya drama-drama korea yang sering di tonton Teh Nina hingga menangis tersedu-sedu sampai menghabiskan satu bungkus tisu untuk satu film drama korea.

“Oh ini yang namanya Arman!” Membuka kaca helm yang sebelunmnya di tutup oleh Arman sebelum wanita itu menghampirinya. “Kamu lucu banget sih...” Indah mencubiti pipi Arman dengan gemas. Arman diam, pasrah dan tak berdaya.

“Kenalin..” Melepaskan cubitan gemasnya dari pipi Arman. “Nama Kakak, Indah. Temennya Kakak kamu” Mengulurkan tangan untuk bersalaman.

“Iya Teh Indah, Aku Arman” Senyum Arman tiba-tiba mengembang. Kepalanya berpikir Tak menyangka bahwa ada wanita secantik ini yang sedang dekat dengan Kakaknya.

“Salam kenal yah” Ucap Indah yang begitu lembut dan ramah.

Darma masih mematung terdiam dan tak bergerak sedikit pun, Dari tadi ia hanya menatap wanita itu tanpa berkedip sedetik pun. Ia tertegun, terkesima, dan terbawa suasana.

“Hei Dam! Kok malah bengong sih? Katanya mau jalan-jalan...” Lambaian tangan Indah menyadarkan Darma seketika.

“Eh iya, iya hayu!” Jawab Darma dengan gelagapan. “Man, kamu duduk di depan. Biar Teh Indah yang duduk di belakang” Pinta Darma kepada sang Adik dengan suara yang gemeteran.

Mereka memakai helmnya masing-masing dan langsung menaiki si kuda besi kesyangan Darma itu. Motor di pacu dengan perlahan, untuk menikmati suasana yang sedang membahagiakan hatinya itu.

Si kuda besi kini sudah terparkir di depan sebuah pusat perbelanjaan terbesar di Jakarta. Mereka bertiga masuk. Menuju lantai tiga, dan mengarah ke suatu tempat bermain disana. Arman terlihat gembira, Indah pun merasa senang, sedangkan Darma masih saja merasa tegang. Tempat bermain itu cukup ramai akan pengunjung. Banyak anak-anak dan orang tuanya sedang bermain bersama. Hari minggu memang waktu yang tepat untuk bercengkrama dan menghabiskan waktu dengan keluarga setelah menjalani hal-hal yang menyibukan di hari-hari biasa.

Langkah kaki Darma bergerak menuju kasir. Uang seratus ribu ia keluarkan dari dompetnya untuk di tukarkan menjadi koin-koin khusus agar bisa memainkan berbagai macam permainan yang banyak tersebar disana. Koin sudah ada di tangannya, sebagian ia berikan pada Arman, dan sebagian lagi ia taruh di saku celananya. Arman berlari secepat kilat, mencari-cari permainan yang sedang tak di gunakan para pengunjung. Indah hanya berdiri di samping Darma yang sedang berdiri sambil menyilangkan kedua tangan di dadanya.

“Ndah, kamu mau main? Nih koinya masih banyak!” Tiba-tiba saja Darma berbicara untuk membuka obrolan. Tangannya menggerak-gerakan saku belakang celananya, hingga terdengar suara koin yang saling beradu.

“Nggak Dam” Indah menengok ke arah Darma. “Aku mau nemenin Arman aja. Kasian, anak-anak yang lain pada di temenin sama keluarganya. Masa dia nggak? Boleh kan aku nemenin dia main?” Indah menyatukan kedua telapak tangannya dan memohon kepada Darma.

Darma tak berkutik. Matanya sedikit berkaca-kaca, hatinya tersentuh, tak menyangka Indah akan berkata seperti itu. Ia menengok, menatap mata Indah dengan tajam. Perasaannya sekarang bahagia bercampur sedih.

“Nggak ada yang larang kamu Ndah. Tentu saja boleh. Sangat-sangat boleh.” Permohonan Indah kini sudah di kabulkan Darma. Indah melompat dan memeluknya karena terlalu senang.

Lihat selengkapnya