Darma Titah: Warisan Cinta di Tanah Sriwijaya

Tengku Dimas Permana
Chapter #1

Siddhayatra

Pagi masih remang-remang di sebuah desa kecil dekat Sriwijaya. Arya Wirasena sedang membereskan barang-barangnya untuk dibawa ke pasar. Udara dingin menusuk, dan ia sesekali mengusap lengannya.

Arya Wirasena bangun sebelum matahari terbit, seperti biasa. Udara pagi yang dingin adalah hal yang sudah akrab baginya selama tiga abad terakhir. Ia meraih karung-karung berisi rempah kering, lalu menyusunnya di atas gerobak kayu miliknya.

Arya: Hari baru. Pasar akan ramai.

Ia mengikat salah satu karung dengan tali rami yang sudah usang. Tangannya terampil, menunjukkan pengalaman bertahun-tahun dalam pekerjaan ini. Namun, pandangannya sering kali kosong, seolah pikirannya melayang jauh.

Matanya menatap ke arah timur, bukan ke arah pasar yang akan ia tuju, melainkan ke arah gunung yang samar-samar terlihat di kejauhan. Sebuah desiran angin lewat, membawa hawa yang tak asing, hawa yang selalu membuatnya gelisah.

Arya: Menghela napas perlahan. Getaran ini... semakin sering.

Ia tahu betul apa arti getaran itu. Sebuah tanda. Peringatan. Sama seperti yang ia rasakan ratusan tahun lalu. Ia mengepalkan tangannya, membiarkan dinginnya pagi sedikit meredakan kecemasannya. Pekerjaan adalah pengalih perhatian terbaiknya.

Arya: Memaksa dirinya fokus, menepuk gerobak. Jangan sampai terlambat

Lihat selengkapnya