Awal tahun baru ajaran sekolah, dimana seorang murid yang meninggalkan tingkatan pertama. Perkenalkan, perempuan yang sedang mencari namanya dalam sebuah daftar kelas yang ditempel di mading sekolah adalah Syifa Fatima farsa. Dengan tinggi 158 dan berat 47. Dia tidak bisa pake make up. Awal pertama masuk sekolah memanglah harus rapih, rambutnya di kuncir, atribut lengkap tanpa aksesoris. Anak baru jangan terlalu songong, katanya.
SMA negriĀ Ini adalah saran dari Abah. Syifa selalu nurut apa yang dikatakan orang tuanya, dan jika orang tuanya berkata "tidak!, Ga boleh, lebih baik..." Maka Syifa akan mengamini semuanya. Dulu pas SD dia pernah trauma dengan membantah perintah atau larangan dari orang tua.
"Lebih baik Syifa sama Nasrul. Ambu dan Abah yang akan membelikan aromanis" saran Ambu.
"Biar Syifa yang beli, Ambu tunggu disini" jawab Syifa yang langsung berjalan ke sebrang penjual aromanis yang lengang pembeli.
Tak beberapa lama Syifa tertabrak sepeda beroda tiga milik seorang anak sebayanya. Itu sepele, tetapi esok harinya Syifa langsung demam karena goresan dari ban depan sepeda yang lumayan melaju kencang. Tak hanya sampai disitu saja. Saat SMP Syifa pernah salah memilih sekolah, karena kebanyakan Teman Syifa ke swasta dan hanya dia yang keterima di negri.
"Teteh gak mau ke negri Abah!!!" Rintih Syifa sambil duduk lemas di ruang keluarga yang sedang menonton TV.
"Gandeng ih teteh!!" Tegas Nasrul selaku adik yang selalu ingin aduk tarung dengan Syifa.
Beberapa hari Syifa mogok makan sampai sakit selam 1 Minggu. Abah gelisah dengan keadaan Syifa yang langsung drop, akhirnya Abah angkat tangan dan langsung memindahkan Syifa ke sekolah swasta yang dia impi-impikan bersama teman SD nya dulu. Abah sudah memperingatkan jangan sampai Syifa berkeluh-kesah atas keputusannya.
Awalnya seru dan Syifa bisa beradaptasi tapi semakin kesini Syifa merasa bosan dengan temannya yang tak mau mengalah dan mengucilkan Syifa karena selalu bertingkah berlebihan dan tak mau berubah, sedangkan mereka berteman dengan orang-orang yang gengsinya tinggi dan kegiatannya monoton. Syifa menyesal tidak mendengarkan Abah dan Ambu. Padahal Abah dan Ambu sudah paham kalau Syifa ingin suasana baru dan tak mau berputar pada siklus yang sama. Selama 3 tahun Syifa mencari teman kesana-kemari dengan mengikuti beberapa ekstrakulikuler dan hanya beberapa orang yang nyambung tapi tak bertahan lama.
Disitulah Syifa mulai meyakini adanya ucapan orang tua bak kekuatan semesta yang saling berkaitan.
Dan kali ini Syifa meminta saran SMA yang terbaik lagi untuknya. Syifa mencari-cari mulai kelas yang sudah ditentukan di mading tadi, akhirnya dia menemukan kelas tersebut. Dia masuk sambil matanya melihat luas mencari tepat kosong. Dia berjalan melewati 2 bangku para lelaki yang sedang mengobrol.
"Aku boleh duduk disini ga?" Tanya Syifa sambil duduk.
Dia pun heran dengan Syifa, belum dipersilahkan sudah duduk.
"Boleh"
Mereka saling diam. Syifa mengeluarkan buku kosong untuk menulis nanti. Tatapan nya mulai bertemu kembali dengan perempuan disebelahnya, mereka saling senyum tak berkata. Syifa sangat menjaga lisan saat bersama orang baru, dia takut salah ngomong dan ga mau dikira so asik.
Seseorang menghampiri mereka yang saling diam "Latief, ini ada yang ketinggalan".
"Aduh untung saja" katanya lega.
"Nama kamu Latief?" Syifa langsung celetuk.
"Iya Latief Afsela"
"Latief itu kan nama lelaki?" Syifa tersenyum kecil.