Datang Lagi Rindu

Initial Jeka
Chapter #2

Bab 1: Mengintip Masa Depan

Hari ini, lagi-lagi aku pulang jalan kaki, Rizwan pulang lebih cepat, dia ada les tambahan di tempat lain, katanya. Kemudian Hanun datang seperti hantu secara tiba-tiba ada di sebelahku, mendorong sepedanya.

           “Mau bareng Jar?”

           “Gak Nun terima kasih.” Hanun terlihat sedikit kecewa.

           “Bareng yuk. Temenin aku ke tempat rahasia ya ya pliiiis.” Ujar Hanun memelas.

           “Itu bukan jadi tempat rahasia lagi kalo aku ikut ke sana.”

           “Ya pokoknya kamu pengecualian deh.”

           “Emangnya kamu gak takut aku jahatin di tengah jalan, kuculik misalnya?” Tanyaku.

           “Kamu nyulik? Hehehe gak mungkin. Ayolah temenin aku”

        Kupikir memang aku tidak perlu cepat pulang, karena tidak ada yang harus kukerjakan juga di rumah. Akhirnya aku menemaninya pergi ke tempat entah di mana yang dia maksud. Aku membonceng Hanun dengan sepeda miliknya. Sepanjang jalan Hanun tak berhenti bicara, entah apa yang dia makan, dia cerewet, bibirnya seperti burung tak berhenti berkicau. Sampai di sebuah taman dia menyuruhku menurunkan kecepatan sepeda. Kami berhenti di taman itu dan mencari sebuah bangku taman yang menghadap langsung ke jalan. Di seberang jalan samar-samar kulihat Rizwan memasuki sebuah gedung bimbingan belajar. Dia masuk tergesa-gesa tak sadar dengan kehadiran kami.

           Hanun meneguk minumannya sambil duduk memperhatikan gedung itu. Aku menyusulnya dan duduk di sebelahnya.

           “Kamu sering kesini Nun??”

           “Jangan panggil aku Nun, panggil saja Hanun, seperti yang lainnya.” Jawabnya ketus.

           “Oh, ok. Maaf, kamu sering kesini?” kuulangi pertanyaanku.

          “Sesering Rizwan pergi ke gedung di seberang itu.” Hanun mengangkat tangannya, jarinya menunjuk lantai 2 gedung yang dia maksud.

           “Kamu suka Rizwan?” Tanyaku.

           “Bisa dibilang begitu, tapi baru sebatas suka, menurut kamu yang laki-laki, gimana?”

           “Apanya yang bagaimana?”

           “Rizwan, bagaimana dia?”

           “Oh, dia ganteng, pinter, anak orang kaya, tapi gak sombong.”

           “Bukan itu, aku juga tahu kalau itu.”

           “Terus aku harus jawab apa?”

           “Pendapat kamu tentang kalau aku suka sama Rizwan.”

           “Ya boleh saja, wajar kok, berarti kamu normal, siapa saja boleh suka pada siapa, pun.”

Lihat selengkapnya