Datang Lagi Rindu

Initial Jeka
Chapter #6

Bab 5: Lelaki Hujan

Bandung, di tengah guyuran hujan.

Banyak hal yang kusuka dari hujan, salah satunya karena hujan mengajarkanku cara berkorban, bagaimana caranya memberi dan berbagi. Mereka, butir-butir air hujan yang turun tidak sekedar jatuh untuk habis, mereka jatuh untuk menyegarkan bahkan lebih besar dari itu mereka menghidupkan apa yang lama sudah tidak berdaya karena dahaga. Kemudian mereka kembali setelah menyatukan serpihan-serpihan dirinya yang terberai saat jatuh untuk kembali bersiap menyegarkan dan menghidupkan kembali. Mereka tidak pernah bersedih meski selalu tampak murung. Hujan itu tulus memberikan apa yang bisa mereka berikan pada semesta.

Beberapa hari terakhir ini aku tidak pulang bersama Hanun. Kami memiliki kesibukan masing-masing dalam menghadapi akhir semester pertama. Apalagi setelah ulang tahun Hanun tempo hari, Rizwan lebih sering bersamanya, bahkan saat pulang sekolah.Aku kira memang sudah seharusnya mereka bersama, seperti keinginan Hanun selama ini.

Seusai jam terakhir di sore yang basah karena hujan, dan sesampainya aku di tempat parkir kulihat ban sepedaku kempes, mungkin bocor. Aku memandangi langit untuk beberapa saat, air hujan jatuh cukup deras. Artinya aku harus menunggu sedikit lebih lama untuk pulang seperti biasanya, apalagi dengan kondisi ban sepedaku yang kempes. Tidak lama kemudian sebuah mobil berwarna putih berhenti di depanku. Kacanya terbuka, dan Rere memanggilku.

“Hai Timur, nungguin apa?” Tanya Rere dari dalam mobil.

“Nunggu hujan reda, mau pulang.” Jawabku singkat.

“Hujannya makin gede lho, ayo pulang bareng aku aja, kita searah kan?”

“Gak usah Re, aku bawa sepeda, dan ban nya kempes, jadi setelah reda aku harus ke bengkel sepeda dulu.”

“Ya udah ayo naik mobilku aja.” Rere menawariku tumpangan.

“Gak usah Re, susah sepedanya.”

“Simpen aja di belakang, ada dudukan buat sepeda kok.”

“Eh, begitu ya.” Ternyata dari tadi aku tidak memperhatikan mobil itu dengan detail. Di bagian belakangnya terpasang dudukan khusus untuk sepeda.

“Beneran boleh?” Tanyaku lagi memastikan.

“Iya ayo.”

Kemudian aku lari berusaha memasang sepedaku pada dudukannya dengan cepat supaya badanku tidak terlalu basah kuyup. Saat sedang kesulitan memastikan sepedaku terpasang dengan benar, Rere sudah ada di belakangku dengan sebuah payung di tangannya.

“Sore banget pulangnya.”

“Iya tadi ada yang harus diberesin dulu sebelum pulang.”

Kami masuk ke dalam mobil, kemudian mobil melaju di bawah hujan meinggalkan sekolah, badanku lumayan kuyup. Rere berusaha meraih handuk kecil dari tas olah raga di jok belakang kemudian memberikannya padaku. Sepertinya Rere habis berolah raga. Dan dari yang kudengar memang Rere adalah salah satu siswa yang terpilih menjadi perwakilan Atlet Voleyball provinsi Jawa Barat untuk Pekan olah raga nasional. Badanya cukup tinggi, lebih tinggi dariku beberapa sentimeter. Rambutnya sebahu dan selalu diikat. Lensa matanya berwarna coklat dan bening, wajahnya sedikit oriental dan bisa kulihat dari bentuk matanya, kulitnya putih bersih, pantas saja dia cukup terkenal di sekolah ini, apalagi di kalangan siswa laki-laki.

Belum jauh mobil meninggalkan sekolah, Rere membelokan mobil memasuki sebuah pom bensin. Setelah mengisi bensin Rere meminta izin sebentar untuk pergi ke toilet. Tidak lama Rere kembali sambil memegangi perutnya.

“Kenapa Re?” Kupastikan wajahnya kali ini lebih terlihat pucat meskipun kulitnya memang sudah putih.

“Gak tau nih, udah beberapa hari ini mual-mual terus, perut serasa dikocok-kocok.” Jawab Rere dengan tangan yang masih memegangi perutnya.

“Kalo kamu gak kuat, biar aku yang bawa mobilnya Re?” Rere mengangguk kemudian kami berpindah posisi. Setelah memastikan semuanya baik-baik saja, aku membawa mobil kembali melaju di jalanan. Rere masih terlihat pucat.

“Apa sebaiknya aku bawa dulu kamu ke rumah sakit Re? atau klinik mungkin?” Tanyaku pada Rere yang masih memegangi perutnya.

“Gak usah, gak apa-apa, paling karena aku telat makan aja hari ini.”

Lihat selengkapnya