Namaku Meira Rinjani, usiaku 16 tahun, tahun ini adalah tahun keduaku di bangku Sekolah Menengah Atas. Aku tidak punya sahabat atau teman dekat, ya..memang karena aku tidak mengharapkannya. Untukku menjalani hidup sendiri seperti ini sudah cukup, aku tidak perlu merasa sakit hati karena ditinggalkan atau dikhianati oleh teman sendiri. Lagipula aku tidak membutuhkan mereka. Aku tidak perlu mencontek juga, karena aku selalu mendapatkan peringkat pertama dikelasku. Akupun tidak perlu direpotkan oleh teman-teman yang "ada" hanya disaat mereka sedang butuh saja, contohnya disaat ujian sekolah berlangsung, banyak teman menjadi pura-pura baik agar mereka bisa mendapatkan jawaban saat ujian. Oleh karena itu aku sudah merasa cukup dengan hidupku yang seperti ini.
Tinggi badanku sekitar 175cm, cukup tinggi untuk ukuran perempuan, berat badanku kurang lebih 55kg. Cukup ideal bukan? Aku memiliki mata dan rambut yang berwarna hitam, hidungku mancung, alisku bisa dibilang gadis-gadis remaja akan iri dengan alisku karena sudah terbentuk rapi dan tebal dari lahir. Bibirku memiliki garis lengkung yang sempurna hanya sedikit tebal saja, tapi tidak masalah, aku mencintai diriku apa adanya, karena Tuhan memberikan apapun dalam hidupku adalah yang terbaik.
Saat aku masih duduk di bangku Sekolah Dasar, aku seperti anak pada umumnya. Aku mencoba berkenalan dengan teman-temanku dan aku bisa dibilang aku adalah tipe orang yang mudah cepat beradaptasi dengan lingkungan. Sampai akhirnya aku memiliki banyak teman, baik itu laki-laki ataupun perempuan.
Sampai pada saat aku beranjak kelas 4 SD, ada salah satu teman kelasku yang merasa iri karena aku cukup populer di sekolah dan benar-benar memiliki banyak teman, dia mengatakan kepada semua orang yang berada dikelasku bahwa aku ini adalah anak haram, karena aku tidak memiliki seorang ayah. Tentu saja kelas 4 SD masih sangat kecil untuk mencerna kalimat itu dengan baik, yang mereka tahu bahwa aku bukanlah anak yang baik, entah sejak kapan aku tidak bisa mengingatnya, mereka menyebutku dengan panggilan "per*k" atau bukan perempuan baik-baik. Sejujurnya pada saat itu aku tidak tahu arti dari "per*k" itu sendiri. Aku baru mengetahui arti kata itu sendiri saat aku berada di bangku SMP.