DATANG UNTUK PERGI

judea
Chapter #7

Iswari, Kakakku...

Iswari, kakakku, bekerja di salah satu rumah bordil di kota ini. Orang-orang memanggilnya pelacur dan kini orang-orang memanggilnya juga sebagai pembunuh. Dua label negatif sudah menempel di dahinya dan akan dibawanya sampai mati. Besok adalah hari eksekusinya atas dakwaan pembunuhan berencana yang dia lakukan seorang diri. Aku tidak pernah mau mempercayai kalau dia tega merencanakan sebuah pembunuhan keji, tapi begitulah kenyataannya. Dia adalah kakakku sekaligus seorang pembunuh berdarah dingin. Apapun predikatnya, aku tidak peduli. Iswari tetap kakakku. Selamanya.

Kisahnya bermula saat seorang kliennya yang merupakan anak pengusaha terkenal di kota kami memperlakukannya dengan kejam. Tindakan protesnya pada si klien dan maminya sendiri tidak pernah didengar. Mereka malah menjustifikasi tindakan semena-mena tersebut karena si klien telah membayar kakakku dan dia berhak memperlakukan kakakku sesukanya. Yang penting bukanlah keselamatan kakakku sebagai seorang manusia, tapi bagaimana kakakku harus tunduk pada semua perlakuan atas nama uang. Klien pria tersebut menggunakan tubuh kakakku untuk disiksa demi kepuasannya. Kakakku yang sudah tidak tahan lagi mulai mengatur rencana untuk membunuhnya dengan memasukkan racun ke dalam minumannya dan membiarkan pria itu mati perlahan dengan menderita di hadapannya. Kakakku mengatakan pada hakim bahwa dia sudah tidak tahan lagi dengan perlakuan kliennya dan apa yang dilakukannya semata-mata hanya aksinya untuk menyelamatkan diri. Namun, takdir berkata lain. Demi menegakan keadilan, maka kakakku harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Mata ganti mata, nyawa ganti nyawa sesuai yang diinginkan keluarga korban. Ya, dia memang salah. Menjual dirinya demi uang saja sudah salah besar, apalagi menghilangkan nyawa orang lain. Terlepas dari semua itu, tidak adakah nurani mereka untuk mendengarkan dan mempertimbangkan sedikit saja alasan Iswari bertindak nekat? Semua ini kedengaran tidak adil di telingaku, tapi aku ingat katanya tadi siang. Jangan bicara keadilan. Kita bukan Tuhan yang berhak menentukan keadilan yang mutlak, Ina. Keadilan itu satu kata yang penuh makna dan definisi subjektif nan ambigu. Abu-abu. Sama seperti menjabarkan makna dan arti kata cinta. Tidak akan pernah ada habisnya.


Lihat selengkapnya