Bulan-bulan berikutnya terasa seperti langit yang menahan napas sebelum badai. Janji-janji manis Dr. Hena Vance tentang dunia yang harmonis mulai berubah menjadi tuntutan yang halus namun tak terhindarkan. Iklan-iklan Soulcode tidak lagi hanya menyoroti kemudahan, tetapi juga "tanggung jawab sosial." Mereka yang belum sinkron mulai menerima notifikasi halus di terminal mereka, pengingat lembut bahwa partisipasi mereka "sangat dinantikan untuk kebaikan bersama."
Bagi kelompok kecil di Kafe Kafka, setiap hari terasa seperti pasir di jam pasir yang mengalir semakin cepat. Mereka masih bertemu, tetapi suasana percakapan telah berubah. Optimisme pemberontakan yang dulu terasa kini digantikan oleh kecemasan yang nyata. Pertemuan mereka menjadi lebih jarang, bisikan mereka lebih pelan, seolah dinding kafe pun kini memiliki telinga digital.
"Mereka tidak akan membiarkan kita memilih," kata Rian, sang penyair, suatu malam. Wajahnya yang biasanya tenang kini tampak pucat, dan ia terus-menerus melirik ke pintu seolah mengharapkan kedatangan tamu tak diundang. "Aku mendapat tawaran residensi penulis di Universitas Neo-Berlin. Syaratnya? Sinkronisasi penuh. Mereka bilang itu untuk 'memfasilitasi kolaborasi kreatif tanpa batas'."
Isolde, sang pelukis, membanting cangkirnya ke meja, membuat beberapa kepala menoleh. "Kolaborasi tanpa batas? Itu omong kosong! Mereka ingin masuk ke kepalamu, melihat proses kreatifmu, lalu mengubahnya menjadi algoritma yang bisa mereka jual! Mereka ingin membotolkan petir! Setelah itu, apa lagi? Mereka akan memberitahumu warna apa yang harus kau gunakan karena 'data menunjukkan respons emosional yang lebih tinggi'?"
Kenji Tanaka hanya diam, mengamati teman-temannya. Ia melihat ketakutan di mata mereka, keraguan yang mulai merayap masuk. Gelombang pasang itu semakin tinggi, dan mereka adalah pulau kecil yang terancam tenggelam. Ia melihat bagaimana beberapa anggota lama mereka tidak lagi datang, digantikan oleh kursi-kursi kosong yang terasa seperti nisan kecil bagi prinsip yang telah mati.
Puncaknya datang pada suatu Selasa pagi yang kelabu. Sebuah pengumuman global disiarkan serentak di setiap layar, di setiap terminal, di setiap sudut dunia. Dr. Hena Vance, berdiri di depan Menara Tesla yang kini beroperasi penuh, mengumumkan "Fase Terakhir Integrasi." Wajahnya diproyeksikan setinggi gedung pencakar langit, matanya yang tenang seolah menatap setiap individu secara pribadi.
"Mulai tanggal satu bulan depan," katanya, suaranya yang tenang terdengar seperti keputusan dewa, "koneksi Soulcode akan menjadi syarat mutlak untuk mengakses semua layanan publik dan swasta. Listrik, air, transportasi, perbankan, pekerjaan, bahkan akses ke jaringan informasi dasar. Ini bukan hukuman bagi mereka yang menolak. Ini adalah langkah logis terakhir untuk menciptakan masyarakat yang benar-benar terintegrasi, aman, dan efisien."
Tidak ada ruang untuk interpretasi. Ini bukan lagi pilihan. Ini adalah ultimatum. Sinkronisasi, atau kau akan terhapus dari masyarakat. Kau akan menjadi hantu di duniamu sendiri.
Malam itu, Kafe Kafka terasa sesak dan tegang. Kelompok mereka yang tadinya berjumlah belasan kini menyusut menjadi kurang dari sepuluh orang. Beberapa telah menyerah, memilih kenyamanan dan keamanan daripada prinsip. Rian tidak datang. Kenji tahu ia telah menerima tawaran residensi itu. Ia tidak menyalahkannya. Tidak semua orang dilahirkan untuk menjadi martir.
"Jadi, apa rencana kita?" tanya Isolde, suaranya serak. "Apakah kita akan hidup di hutan seperti orang-orang barbar, menyalakan api dengan batu?"