Suara deringan ponsel yang bunyi berkali-kali sontak membangunkan Alexander dari tidurnya. Dengan rasa enggan, ia mencoba meraih handphone dari sakunya sambil terus menyandarkan kepalanya di pinggir ranjang rumah sakit tempat putranya masih berbaring lemas.
Apalagi Andi sudah berada di Rumah Sakit sejak seminggu yang lalu, karena penyakit Diabetes-nya yang bertambah parah dan seringkali kambuh. Dan membuat Alex sudah cuti kerja selama seminggu ini dan lebih banyak menghabiskan waktu bersama Anda di Rumah Sakit.
"Syukurlah kau mengangkat teleponku, Sersan Alex. Dimana kau saat ini? Apa kau sudah mengevakuasi diri?" teriakan panik dari seberang telepon membuat Alex langsung bangkit dari kursinya dan berjalan mengarah jendela agar tidak mengganggu Andi yang masih tertidur di ranjang Rumah Sakit.
"Ada maksudmu, Fandi?" tanya Alex bingung. Namun belum sempat mendapatkan jawaban apapun dari Fandi, tiba-tiba panggilan itu terputus tanpa sebab dan membuat Alex menjadi curiga sekaligus penasaran saat ini. Dan detik ini pulalah Alex menyadari bahwa ada kejanggalan di Rumah Sakit, sebab tak biasanya Rumah Sakit terasa senyap seperti saat ini.
Dengan perasaan yang berkecamuk, Alex meraih pisau buah dari meja dan berjalan perlahan-lahan kearah pintu untuk melihat situasi yang terjadi diluar ruangan Putranya.
Alex berjalan mengendap-endap dan mencoba tidak menimbulkan suara apapun, Ia bisa melihat lantai rumah sakit yang dipenuhi oleh bercak darah yang masih segar. Dan sepertinya Alex langsung menyadari bahwa ada sesuatu yang aneh terjadi kemarin malam yang sudah benar-benar dilewatkannya.
Entah memang Alex yang terlalu kelelahan karena bergadang merawat Andi atau memang Alex memiliki kebiasaan tidur yang merepotkan sampai tidak tahu apa yang sudah terjadi. Namun yang jelas, Alex masih terus mencoba berjalan mengendap-endap menyusuri lorong tanpa sekalipun mengalihkan tatapan dari ruangan Andi.
Hingga langkah kaki Alex terhenti tepat didepan tumpukan mayat yang sudah berserakan didepan pintu Lift. Alex bisa mencium bau busuk yang sangat menyengat dan tumpukan tubuh yang sebagian isinya telah hilang. Belum lagi, beberapa mayat terdiri dari anak-anak seusia Andi yang membuat bulu kuduk Alex semakin merinding.
Tanpa bisa berkata apapun lagi, Alex langsung berlari kembali kedalam ruangan putranya dan mengunci pintu dari dalam. Lalu, ia membuka paksa gorden jendela yang langsung memantulkan cahaya matahari ke wajahnya. Dan saat itu jugalah, Alex bisa melihat puluhan manusia dibawah sana mulai bertingkah aneh seperti Zombie. Dimana keadaan diluar jauh lebih kacau daripada yang dilihat Alex sebelumnya.
Jelas saja hal ini semakin membuat pria itu was-was, ia langsung berlari ke ranjang anaknya dan memakaikan jaket kulit yang cukup tebal ditubuh Andi.
"Papa,ada apa?" tanya andi yang sontak terkejut oleh tindakan Ayahnya yang aneh. Bahkan, ia sampai tersentak dari tidurnya.
"Dengarkan Papa!" Alex meletakkan kedua tangannya di bahu Andi. Ia benar-benar menatap mata Andi dengan serius kali ini, seolah ini adalah kali pertama untuk Andi melihat Ayahnya yang berperilaku berbeda dari sosok Ayah yang selama ini dikenal Andi.
"Apapun yang kamu lihat dan kamu dengar, Papa mau kamu memejamkan matamu dan tidak boleh berteriak. Kamu mengerti, Andi?"
Andi cukup bingung dan hanya bisa mengangguk ketakutan, walau bagaimanapun ia hanyalah anak kecil berusia 7 tahun yang masih belum mengerti apapun.
"Kamu masih mau ketemu mamamu, kan?"
Andi mengangguk, "Iya, Papa."
"Kalau begitu pejamkan matamu sekarang dan tetap diam!" tukas Alex yang langsung menggendong Andi.
Tak lupa pula, Alex memasukkan Pistol, beberapa baju bersih milik Andi kedalam ranselnya dan menggendong Ransel itu juga. Tampaknya ia sudah paham betul bahwa kejadian ini akan terjadi. Ia benar-benar tampak tidak terlalu terkejut atas situasi yang terjadi saat ini.