Alex masih terus mengendarai mobil menuju arah pusat kota. Dia berencana untuk menjemput mantan istrinya kembali yang entah bagaimana ia memiliki firasat bahwa wanita itu masih berada di rumah dan belum dievakuasi.
Hingga sebuah truk besar yang dimuati oleh beberapa orang berpakaian seragam tentara tengah berusaha menghentikan laju mobil Alex.
"Siapapun yang berada didalam mobil,silahkan turun!" perintah seorang pria tua, sembari menggenggam sebuah pistol kearah mobil dari dalam kursi pengemudi Truk.
Alex yang sepertinya mengenali Pria tua itu langsung turun dari mobilnya, "Hey! Ini aku, sobat."
"Astaga, kaukah itu sobat?" tanya salah seorang pemuda tampan bernama Anton yang masih gagah. Dia turun dari Truk dan berjalan kearah Alex,ia menatap tajam kearah alex dan meyakinkan kembali dirinya kalau itu memanglah Alex yang selama ini dikenalnya.
"Kau ternyata benar-benar Alexander. Kami kira kau sudah di Evakuasi, apa yang terjadi padamu?" tanya Anton yang jauh lebih bingung saat menyadari keberadaan Alex.
"Kau pikir aku punya banyak waktu untuk bercerita padamu, bodoh!" tukas Alex yang langsung berjalan maju kearah anton sambil menepuk bahunya. Semua tentara terlihat tertawa mendengarkan candaan Alexander yang kerap sudah biasa ditelinga mereka.
"Kalian semua tenang saja, Aku takkan mati sebelum memukul kepala Komandan dan semua penghianat yang bertanggungjawab atas proyek bodoh itu." Mereka kembali tertawa bersama lagi, setelah mendengarkan ucapan alex.
"Kami juga merasa dikhianati oleh mereka," ujar lelaki tua sebelumnya yang tak lain bernama Syarif.
"Jangan lupakan beberapa kawan kita yang menjadi pengecut dan menyelamatkan diri sendiri!" celutuk Anton yang mulai tak bisa menunjukkan kekesalan diwajahnya.
"Berhentilah menyindir Fandy dihadapan Sersan kita. Dia yang jauh lebih terkhianati dibandingkanmu, Bodoh!" tukas Syarif kepada Anton yang usianya jauh lebih muda dibandingkan Syarif. Dan jelas saja hal itu membuat beberapa tentara lain tertawa bersama saat melihat gerutu kesal Anton kepada Syarif. Mereka terlihat seperti sepasang Ayah-Anak angkat didalam kamp.
"Ah, ya sudahlah. Cukup ocehan hari ini, kita harus bergerak jauh dari sini sebelum para zombie mengincar kita!"
Syarif menghela nafas panjang dan berniat untuk mengajak semu regunya segera mengungsi.
"Aku akan menyusul kalian! Aku tidak bisa ikut dengan kalian sekarang," ujar Alex spontan, ia sebenarnya ingin membatalkan tujuan awalnya dan pergi bersama beberapa rekannya untuk menjauh dari kota ini menuju pusat evakuasi.
Namun sayangnya ia enggan untuk melanggar janjinya kepada Andi yang sangat mengharapkan kehadiran mamanya itu. Apalagi ia sangat tahu betul bahwa Mantan istrinya itu pasti masih berada didalam rumah bersama kekasih barunya.
"Ada apa, Sersan?" tanya Anton bingung dan merasa tak terima dengan keputusan dari Alex.
"Anakku menginginkan Mamanya. Jadi, aku harus menyelamatkan mantan istriku terlebih dahulu." Alex melirik kearah mobil yang mana didalamnya masih terdapat Andi yang sedang tertidur pulas dibangku penumpang.
"Kau masih waras, kan? Apa kau sadar bahwa Rumahmu ada dipertengahan kota, kau mau menjemput kematianmu sendiri?" bentak Anton yang masih tidak mempercayai keputusan Alex.
"Aku tidak akan mati, percayalah!" bantah Alex yang masih berusaha tetap tenang.
"Jangan membodohi dirimu sendiri, Alexander! Siapapun pasti akan tahu bahwa kemungkinan besar, kau akan mati ditangan zombie itu!" bentak Syarif kepada anggota kesayangannya itu.