Selama sekolah di SMA Depotter, baru sekali ini aku terlambat. Aku ngegerutu sendiri, menyesali kesalahanku sendiri kenapa terlambat. Tak biasanya aku seperti ini. Aku kesiangan. Dan sayangnya sang guru piket, tepatnya Guru BK ini langsung memvonis. Ia menilaiku sebagai anak pemalas dan dengan ilmu Ke-BK-annya ia menyimpulkan masa depanku. Seperti peramal ia menggambarkan masa depanku akan seperti apa. Katanya nanti di masyarakat, aku akan jadi warga yang juga akan sering terlambat!”
Berikut kata-katanya yang hingga hari ini masih sangat kuingat:
“Orang seperti ini ni di masyarakat nanti juga ketika bermasyarakat ya akan malas dan selalu telat!” kata Bu Ida menvonis.
“Sampai segitunya Bu! Saya Baru sekali ini telat Bu! Kok begini banget ya penilaian Guru BP Ke saya. Saya baru kali ini telat. Kalo bermasalah gara-gara sering pingsan memang sering, tapi telat sampai 15 menit baru kali ini saya alami, kok sudah dihakimi saya akan negatif atau buruk di masyarakat? Dalam hati, aku menilai ini sebagai berlebihan.
Tak mau dikritik dengan argumen dari protesku yang pedas, Ibu Ida langsung bereaksi.
“Ehhh dikandani ngeyel.” katanya. “Ya memang seperti itu, nanti, lihat aja! Buktikan saja di masyarakat nanti!”katanya yakin dengan teori psikologinya. Bu Ida menantangku untuk pembuktian, dengan wajah yang menurutku sangat tidak fair. “Hahahaha!” Mudah sekali memvonis orang. Seolah ruang kebaikan dan perbaikan tertutup rapat dan tak mau singgah pada orang-orang bermasalah sepertiku.
Dalam hatiku “Ini Orang Seperti Tuhan saja!” ucapku dalam hati.
Di matanya, aku seperti siswa paling malas, nakal atau sejenisnya. Bagaimana dengan anak yang sebulan atau seminggu ngga masuk? Aku rasa, aku anak baik-baik saja, aku fine-fine aja. Aku anak kesayangan pak Sumedi. Haha. Itulah luapan emosiku waktu itu. Tentu itu semua saja berdasar penilaianku dan cara pandangku. Aku tidak suka diphonis negative terlebih tidak ada dalam kenyataan. Padahal aku tak pernah bikin masalah seperti terlibat dalam kasus kejahatan. Hanya memang beberapa kali aku sering pingsan, itu saja.
Aku memang sering “kesurupan”, versi awam memang itulah yang sering terjadi padaku.
Aku mau katakan pingsan itu adalah persoalan lain. Artinya itu terkait sakit. Atau kondisi psikologis dalam kacamata Psikologi. Jika dijelaskan dengan kacamata Supranatural tentu ia tak kan paham.
Tapi berkat kata-kata itu, aku selama menjadi guru maupun saat kuliah, selalu datang awal dan duduk paling depan. Atau saat di SMA ini, aku selalu duduk paling depan. Ya sebenarnya paling depan karena datang belakangan, aku sering kali datang tepat saat bell berbunyi dan saat itulah Bu BK yang satu ini melihatku di depan pintu gerbang saat Pintu mau ditutup. Itu barangkali yang jadi alasannya aku akan jadi orang yang selalu telat. Telat sampai lewat 15 menit ya baru hari ini. Seumur hidup telat masuk sekolah baru sekali ini!
Alhamdulillah mungkin berkat kata-kata itu yang justru mendorongku menjadi lebih rajin dan tak telat lagi. Dan memang sesungguhnya aku hampir tak pernah terlambat. Sekali dua kali menurut aku si wajar. Atau mungkin Ibu BP sedang bicara dengan orang lain. Soalnya di ruang itu hanya ada aku. Barusan memang keluar anak lain. Mungkin kata-kata itu ditujukan untuk mereka yang langganan Telat. Tapi saat itu gak ada orang lain selain aku di ruang BP sebab aku yang terakhir mengisi buku keterlambatan.
“Aku Baru Sekali ini Telat.!” berontakku. “Baru sekali telat, Kok sudah dihakimi sedemikian rupa?” Menarik sebetulnya membahas apa yang disampaikan guru BP pada saya. Sepertinya itu sebuah teory, perlu digali kebenarannya. Intinya bahwa Masa Depan kita itu yang kelihatan dari apa yang kita lakukan hari ini. Kalo hari ini kita sering telat maka di lingkungan masyarakat kita nanti juga akan sering telat.