DE'POTTER

Arif Budiman
Chapter #31

DISENENI BIYUNG...!!

Setelah perseteruan dengan Akuwu dan para pengikutnya. Aku terluka. dan Biyung lagi-lagi yang mengurus lukaku. Biyung yang selalu ada untukku. Maka wajar jika aku sebut Biyung Sebagai Bukan Wanita Biasa. Aku merasakan kasih sayangnya demikian mendalam. Setelah diobati oleh Biyung. Aku menasehatinya untuk meninggalkan Nadya. 

“Huk. Huk!” Aku masih ada batuk-batuk akibat serangan Akuwu dan pengikutnya yang mengeroyokku. Sudah jangan pedulikan Akuwu. Sebentar lagi kekuatan mereka akan hancur. Wis wayahe. Le. Mereka akan rontok dan sirna dari Tanah Jawa. Kecuali, mereka bertobat dan kembali pada kita.


“Le, sudah sangat lama biyung mau cerita babakan iki (masalah ini), Biyung berharap, Kamu bisa menerima takdir ini. Engkau harus menerima kenyataan. Kata Biyung, Wanita itu Bukan Nadya, Wanita Yang baik itu Biyung pilihkan. Bahkan sejak lama..! Kamu itu Mbok Yang Nurut Toh…!”

“Tidak Biyung….! Rio tak bisa dengan wanita lain Biyung. Hanya Nadya yang Rio pilih. Rio Mboten Purun Biyung…!”

“Harus dilawan….!”

“Le Kamu Itu Ya, Nda paham-paham juga, kalau kamu masih menjalin hubungan dengan Nadya, maka nasibmu akan seperti ini terus.

Biyung Bingung Ngadepin kahanan koyo ngene Le. Mbok Yo Kowe Ki Melas toh Karo Biyungmu iku…!” Kalimat Biyung merajuk, sangat berharap aku menuruti kata-katanya.


“Kalo aku nanti dijodohkan dengan Putri, aku emoh Mbok. Emmoh. Aku tidak mau….!” Aku berontak pada perjanjian ini. Aku menentang. Aku tidak terima dengan permintaan Selatan yang semena-mena itu. Apakah perjanjian itu tak bisa diubah.?

“Mengapa Aku dan Keturunannya yang harus menanggung beban ini….!”


“Biyung! Perjanjian berlaku untuk Sultan atau Raja tapi kenyataannya, mengapa perjanjian itu juga berlaku padaku. Bukankah perjanjian itu Untuk Pemegang “Kuasa Tanah Jawa” di Solo. Ini yang harus diluruskan. Ini harus dikoreksi. Bila perlu ini semua harus dibatalkan

Ini tidak Adil Biyung, Kuasa Laut Selatan menurut Rio sudah semena-mena. Ini Sepihak dan harus ditolak.


“Rio….! Dengarkan Biyung, Di darahmu ada mengalir Trah Raja Jawa”

“Seperti yang pernah Biyung Sampaikan Dulu. Di awal-awal, Kau masih Keturunan Trah Raja Jawa dari garis Panembahan.”


Aku terdiam menjelaskan runtutatan para leluhurku. Aku tak percaya. Aku tak yakin dengan penjelasan Biyung. Walau banyak fakta menunjukkan kebenarannya. ARtinya banyak yang mengatakannya.


Yang kuat dan terngiang kuat dari penjelasan Biyung adalah fakta bahwa aku adalah pengemban amanah Perjanjian atau Panglima Pengawal Tegaknya Kebangkitan Trah Jawa itu. 


“Oke!” Seandainya benar aku adalah keturunan Trah “Kuasa Tanah Jawa” mengapa Biyung tak pernah mask dalam kehidupan istana? Kenapa Biyung berada di luar Istana…? Ada kezaliman disini. Aku dihapus dalam sistem trah “Kuasa Tanah Jawa.'' Bagaimana mungkin selama ini tak pernah menikmati kemuliaan sebagai Keturunan Senopati. Namun tiba-tiba harus dibebani atau jadi “banten'' atau pelaksana Perjanjian Terlarang.”


“Apakah karena Karena Sejarah Romo Kelam Masa Lalu yang menjadikanku selalu dianggap sebelah mata oleh Trah-Trah “Kuasa Tanah Jawa” yang lain…!”

“Tidak Ada Yang Merendahkan. Jangan berprasangka Buruk. Ini Justru kepercayaan Kepadamu sebab Tugas Mulia ini bukan pada manusia lain. Tugas ini ada padamu Leeee. Ada di Pundakmu….!”

Untuk menjadi Budak Kanjeng Putri, Begitulah Biyung!? 

Rio….! Itu lagi yang kau ucapkan. EMosi Biyung menanjak lagi. Oalah aku harus bicara bagaimana toh Leee supaya kamu paham.”


Tahun 1997. Suatu pagi yang tenang, udara penuh dengan kesejukan, Biyung rupanya sedang nembang. Suasana batinnya mudah-mudahan baik. Berharap baik. Dan Yakin benar bahwa itulah yang sesungguhnya. Dan suasananya sudah lebih baik ketimbang beberapa waktu yang lalu saat Biyung sangat kesal padaku karena mengejar wanita yang jelas musuh Trah Kasa Tanah Jawa. 


Beliau pasti berpikir aku telah tobat dan mau menuruti apa-apa yang dikatakannya. “Hahahah.!” Ternyata jauh api dari panggang. Ternyata jauh dari harapan.


Suara tembangnya mengalun di ruang-ruang dalam rumah Panjer. Saat aku istirahat. Suaranya sangat bagus. Beliau memang pernah nyinden dulu saat masih muda.

Lihat selengkapnya