DE'POTTER

Arif Budiman
Chapter #37

TERTUSUK PEDANG

Sebuah tangkisan yang menghasilkan dorongan kuat merupakan hasil olah “tenaga dalam'' Kangmas Kuatno mampu menangkis serangan kedua membahayakan lagi mematikan. Serangan yang sengaja dilancarkan oleh Suami Nadya jelas-jelas dan nyata mengandung niatan sangat ingin mengakhiri hidupku. Ia terlihat sangat dendam padaku. Ia terlihat sangat tidak ikhlas dengan keberadaanku yang dulu pernah menjadi kekasihnya. Aku pun sudah tak berdaya. Sebab Tusukan pedang pertamanya telah menusuk kea rah perutku bagian kiri. Disitulah letak kelemahanku, ekurangannya. Aku tak tahu apakah mengenai Pusat kekuatan tubuhku.

Kekuatan Harimau Putih yang selama ini menjaga bagian tubuh bagian kiri inipun terkena dampaknya. Jelas sebab itulah inti kekuatan yang ada dalam diriku. Seperti ada teriakan keras yang membuat Sang Harimau putih dalam tubuhku mengerang dan hilang suaranya. Kurasa Kekuatan harimau Putih itu telah hilang dari Tubuhku.

Lalu suaminya pergi dan berhasil diusir kangmas Kuatno.Sang Suami memanggil Nadya, Tapi Nadya terlihat bingung. Antara menuruti suaminya dan aku yang terluka oleh tusukannya.


Ia Jangan tinggalkan Aku. Mendengar Kata-Kata itu. Nadya rupanya tak tega. Tubuhnya seperti membatu dan Ia memilih mengikuti kata-akataku dari pada suaminya yang malah meninggalkannya pergi. Apakah jiwa nya pengecut, memilih aman dan tak mungkin maju bertahan sebab pasukan Ksatria Kebumen sangat kuat dan tak mungkin dilawan.

Dan di wajahnya tergambar rasa senang sebab ia mampu menancapkan pedang nya ke bagian tubuhku. Ia berhasil melukaiku, lelaki yang sebenarnya ia sudah sangat mengenalku. Ia tahu kekuatanku. Dan ia tahu titik lemahku. Di samping kiri rusukku, tulangku terasa remuk patah dan entah bias kembali atau tidak. Aku sedang tak yakin aku bisa kembali ke dunia ini

Wajah Ayahku membayang, wajah Biyung juga membayang. Wajah saudaraku hadir dalam pemikiranku. Romo Biyung ijinkan aku pergi dan kembali ke dalam damaiku yang sesungguhnya. Ijinkan Romo. Biyung belum mengetahui keadanku. Biyung sendiri sangat yakin akan menang dalam perang besar ini, perang peradaban. “Wis Wayahe”. Ia meyakinkan. Beliau tidak tahu akan terluka oleh Pedang orang Utara. Dan pelakunya adalah suami Nadya sendiri.

Sesungguhnya Biyung dalam perjalanan, setelah Kangmas Kuatno mengabari. Dari Wats beliau beliau segera meluncur, disertai air matanya menitik setelah mendengar anaknya terluka. Beliau tentu khawatirkanku. Aku anak kebanggaan Beliau. Aku anak terbaiknya. Aku sangat disayanginya. Aku anak satu-satunya.


Aku kini adalah jasad terpuruk ambruk. Tubuhku Terjerembab dalam lemah. Aku tak kuasa menghindar tusukan pedang itu. Potensi perlindungan, saat itu seperti terkunci. Ujung pedang sangat tajam dan sangat cepat itu merobek kulit sensitif. Disisi inilah titik yang selama ini. Aku terjatuh, berlumuran darah.

Laki-laki pengecut itu, aku sangat menyesalkan kepengecutannya itu. Kulihat di kejauhan berlari karena kejaran para ksatria dan kawan-kawanku. Ia telah menyarungkan pedangnya. Ia berusaha mengejar Nadya yang telah berlarian ke arahku Nadya malah memburu tubuhku yang sedang dalam posisi bergerak terjerembab ke tanah (rerumputan ilalang di atas bongkahan tanah-tanah lapuk batu karang) di Bukit Karangsambung. Tepatnya di atas bukit Pentulu yang terbuka. Disana, di dekat desa tradisional, desa yang asri, desa yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan.


Kejadiannya sangat cepat. Aku pun tak menyangka jika suaminya akan menusukku dari belakang saat aku sedang berdiri diam. Tiba-tiba dari arah belakang, satu situasi yang kuyakini bahwa Suami Nadya tak akan kembali menyerang dan kuyakin ia menyerah, sebaliknya ia bangkit dan mengincar titik lemahku. Maka sebuah tusukan tak dapat dielakkkan.


“Srukkkkk..! Aaahhhh…..!” Sontak aku terjatuh ke atas tanah. Seketika Nadya yang bereaksi. Bukan menopang tubuh suaminya yang berhasil menusukku, Justru ia ingin membantuku. Suaminya berteriak keras agar Nadya kembali dan mengikuti kata-katanya. Ia sempat bimbang, Nadya bimbang. Suaminya kembali mengejar dan berhasil menarik Nadya kembali. Karena tarikan itu sempat mengendur, maka membuka peluang bagi Nadya dan dimanfaatkan Nadya untuk lepas dari cengkraman tangan suaminya. Dengan kekuatan Nadya yang besar ingin menolongku, ia dapat lepas dari cengkraman tangan Suaminya. Ia pun berlari kencang. 

Disaaat yang sama, pasukan utara telah makin kocar kacir dan terus terpukul mundur. Setara dengan apa yang terjadi itu, Suami Nadya dan paskannya pun ikut mundur dan pulang kembali ke Gombong.

Nadya berhasil lepaskan diri dan Ia telah ada di depan wajahku. Ada ksatria yang ingin menyerangnya tapi dengan cepat dihalang-halangi oleh Kang Mas Kuatno sebab ia tahu Nadya tak akan menambah lukanya. Sebaliknya nadya akan membantunya. 

Sepertinya terucap kata dari mulut Kuatno. “Jangan Ganggu Dia, Biarkan…! Ia mau menolong Rio! Nadya tak tega melihatku. Ia bahkan berteriak untukku. Biarkan Aku Menolongnya…! Kau Tak Semestinya melakukan ini semua. 

“Rio,…!” Ia mendapati tubuhku terpuruk dengan wajahku yang memucat. Ia memegangi tubuhku dan berusaha memeriksa keadaanku dan seberapa besar luka merobek sisi bagian tubuhnya itu. Ia tampak sangat serius. Aku melihat dengan jelas wajah pedulinya. Ia tak rela keadaan ini terjadi padaku. Ia telah menilai suaminya curang dan tak adil padanya. Sampai disini ada sisi-sisi atau Jiwa-Jiwa Ksatria pada orang Utara, artinya Nadya yang utara pun sangat menghargai Jiwa Kesatria. Ia sangat kecewa dengan suaminya.

Ia sedang mengkhawatirkanku. Ia ternyata lebih khawatirkan keadaanku dari pada suaminya. Aku merasa ada friksi di antara mereka berdua. Seketika aku merasa berdosa dan merasa bersalah.

“Nadya..! Apa yang kau lakukan. Kenapa kau dating padaku….!”

“Nadya, Sambil tertatih bahkan mataku kunang-kunang dalam pandangan. Aku berusaha mencegahnya dan memintanya kembali ke pasukannya. “Kembalilah…! Jangan hiraukan aku…. Aku baik-baik Saja….!” 

“Naya….!” Aku kembali memanggilnya. Seketika, secara otomatis aku merasakan aura cinta itu hadir kembali sangat kuat. Aku yang pernah dan melihatrnya menangis untukku, sangat mengerti aliran air mata cinta itu. Aliran air matanya kulihat jelas mengalir dan beberapa kali ia berusaha membasuhnya. Kini ia sedang menangisi keadaanku.

Nadya..! Nadya..! Aku memanggil dirinya yang masih terisak. Mendengar panggilanku yang sebenarnya ia dengar. Berkali kali kupanggil hingga ia merasa kesal padaku. Sebab ia sedang sangat khawatirkan aku. Hingga keluar dari mulutnya. 

Lihat selengkapnya