Sahabat, aku tak sengaja masuk dalam sebuah gelombang pemikiran ini. Aku bahkan terikat sangat kuat dalam gelombang ini. Aku terjerat tak bisa lepas. Aku tak paham, apa dan siapa yang melakukannya? Namun, dengan cepat aku memahami siapa orang ini, aku tahu ketika ia menatapku dan tertawa kecil padaku.
“Ahh ternyata bapak orangnya!” kataku padanya di dalam ruang pikiran.
Ia adalah pengantar Nadya, lelaki yang berbaju putih yang menemani Nadya. Ia sepertinya Paman Nadya, wanita yang baru kukenal. Komunikasi kami terjadi secara tiba-tiba. Aku sangat kaget. Diantara kami terjadi dialog lintas fisik. Awalnya Aku tak paham dengan kata-kata yang disampaikan. Ia seperti sedang mengetes supranaturalku. Tepatnya, Ia sedang mengontrol kota ini. Ia memantau kota ini dengan kekuatan pikirannya. Ia kendalikan kota ini. Ia tak ingin ada anasir baru yang datang dan mengganggu kota. Itu yang sedang dilakukannya. Jika ada ia akan menyingkirkannya.
Dan ia mampu membaca keberadaanku. Ia membaca pikiranku ini. Sesuatu yang membuatku gelisah. Sangat tajam. Tatapan lelaki itu sangat tajam. Tatap yang membuatku langsung tersedot dalam alam berpikirnya. Sebagaimana Pak Charly yang juga diawasi oleh Utara, aku juga menjadi pengawasan utara, aku dan Pak Charly akan menjadi ancaman bagi Trah Utara. Tahun 1997 adalah masa-masa dimana Trah sedang sangat gencar-gencarnya menebar tembang perasuk Sukma.
Ia berkata padaku dalam bentuk suara gaib.
“Engkau Trah Jawa. Hahah. Apa maumu?
“Bagaimana mungkin, Trah “Kuasa Tanah Jawa” seperti dirimu tahu jika di DePotter ini ada tersimpan atau “Serat Asmara. Untuk apa kau datang kesini kalau bukan untuk Serat Asmara itu.”
Kujawab lewat komunikasi baca pemikiran ini.
“Aku kesini bukan untuk Serat Asmara itu. Aku kesini untuk Belajar!"
“Hahaha! Belajar? Belajar Apa! Hahahaha! Hahahaha!” Tertawanya panjang. Aku sudah tahu tujuan kalian yang sebenarnya!"
Aku tidak paham dengan kata-kata ini. Aku tidak paham.
Bagi Trah Raja-Raja Jawa Pendidikan adalah Kewajiban, cara menjaga Kemuliaan diri. Meski standar kemuliaan dalam pendidikan umum berbeda dengan Pendidikan Kemuliaan dalam tradisi "Kuasa Tanah Jawa" atau Trah Raja-Raja Jawa.
“Hahah! Hahaha! Omong kosong! Jawabanmu sangat mengada-ada! Tidak ada orang belajar hanya untuk belajar. Orang belajar ya untuk perut dan kepentingannya. Orang belajar untuk membangun Kuasa. Untuk nafsunya sendiri.” Aku memilih diam saja. Aku biarkan ia bicara terus.
“Hahahaha! Kau kira aku ini bodoh! Hahaha! Hahahaha! Kau ingin menuntut ilmu dengan Pak Charly dan akan mencari dan menjaga Serat Asmara itu di Sekolah ini.” Ia menyebut nama Pak Charly Beliau masih Keluarga dari Mama. Masih satu keturunan dari Eyang Putri. Niniku kakak beradik dengan Orang Tua Biyung.
“Kalian punya misi di sekolah ini! Kau dan Charly, sama saja. Kau dan Charly sama-sama punya misi! Charly masih Trah Raja Jawa, sama sepertimu! Paham!” bentaknya keras di akhir bicara.
“Jadi kalian jangan macam-macam di wilayahku ini. Di zaman dimana saat ini Utara yang berjaya.
“Aku tidak tahu soal itu!” Yang kutahu beliau memang sangat kental dengan Budaya dan tradisi para “Kuasa Tanah Jawa”
“Kau akan dijadikan budak Trah Tanah Jawa untuk menguasai Serat Asmara. Hahaha! Hahaha!” Aku makin gak paham.
“Kau tak akan bisa menguasai Serat Asmara itu!" kata lelaki itu padaku. Kata-kata itu juga mengandung muatan amarah. Jika berani kau Jamah wilayah ini, maka Kau Akan Kubunuh!" Sambil mendorongkan tangannya, aku terhentak jatuh kebelakang. Dan dorongan itu membuat aku tersadar dari alam supranatural kembali ke alam nyata. Aku sadari aku sedang terjatuh dari posisi berdiri ku menjadi tersungkur ke semak-semak atau pepohonan kecil di samping kelas. Saat itu kebetulan ada yang melihatku, dan senyum tertawa kecil.
Aku bernafas lega karena terbebas dari jerat pemikirannya. Aku sedang menyadari bahwa Gombong ini sebenarnya adalah medan pertempuran. Medan yang tercipta di wilayah perbatasan antara Trah Raja-Raja dan “Kuasa Tanah Jawa” dan Trah Utara. Pusat kekuasaan utara Wilayah sini adalah Gunung Slamet sekitarnya. Jangan Sampai “Kuasa Tanah Jawa” dapat mengenali, memperdalam dan mengamalkan Isi Serat Asmara. Sebab jika itu terjadi, maka habislah riwayat Gunung, Seluruh penghuni Gunung Slamet akan terkubur dan berakhirlah Trah Utara. “Semuanya!" bukan hanya wilayah gunung dekat kita, tapi semua gunung-gunung tertinggi di tanah Jawa. (Tahun 2010, Merapi meletus dan menelan banyak korban).
Setelah kejadian itu. Lelaki yang mengantar Nadya segera kembali ke Utara. Tentu ia ingin segera melaporkan apa yang baru saja dilihatnya di SMA De’Potter. Akuwu pun membahasnya bersama para pengikutnya yang lain. Ini fakta menakutkan bagi Trah Utara. Sesuatu yang sangat mereka takutkan. Ini sekaligus menjadi pertanda, bahwa “Kuasa Tanah Jawa” mulai masuk pada era Kejayaannya.
Bahkan Akuwu berkata keras pada lelaki itu. Kenapa kau tak membuat perhitungan dengannya. Semisal buat ia tidak nyaman, atau kalau perlu bunuh saja dia. Itu logika sikap yang biasa ada pada Trah Utara. Bagi Trah Utara membunuh itu satu logika yang biasa. Membunuh adalah ritual yang biasa. Bahkan mereka punya ritual sendiri seperti ritual kematian. Bagi orang utara, siapa saja yang menyerahkan nyawa sendiri itu dinilai sebagai kemuliaan.
“Lalu kenapa?"
Setelah itu, aku bergegas menuju Waduk Sempor. Ingin membaca apa yang ada disana. Di atas Bukit Gunung Slamet, dapat kulihat Posisi SMA DePotter. Aku memasuki areal Monumen Mini “Waduk Sempor” menatap Pesanggrahan, Pos Penjagaan Utara merupakan Pos penjagaan yang saat itu kulihat tak ada penjaga masih kosong, di atas bukit. Beberapa mata supranatural menatapku di balik pepohonan. Baru kali ni aku melihat tempat ini. Tepatnya di batu berbentuk Perisai di Bukit Sempor, Aku sedang berdiri di atas bukit ini, memandang jauh ke sana. Ya itulah SMA DePotter, dibalik rimbun dedaunan. Itulah Gedung SMA DePotter.
Nadya
Engkaulah Wanita Yang Kini Sangat Kupikirkan
Engkaulah Wanita Yang Sejuk Jika Dipandang
Engkaulah Wanita Yang Mendamaikan ku sekarang
Nadya