Aku bingung hendak apa, ingin melompat, tapi takut. Ku edarkan pandangan ke setiap sisi jurang, siapa tau ada sesuatu yang bisa kupakai bukan untuk masuk.
"Haduh, si Indi bikin susah sik!!" kesal.
"Hah di sana ada tali," melihat sebuah tali tergantung begitu saja.
"Lah lah, kok talinya kayak melayang?" bingung.
"Udah gapapa lah, yang penting turun," memegang tali putih yang agak bersinar itu.
Aku menutup mata, mengangkat kakiku, mulai merosot ke bawah dengan kencang. Sebisa mungkin aku menutup mulutku agar tak berteriak, dan terus memegang tali erat agar tak jatuh. Terjatuh di atas air, merasakan sejuknya. Tali itu masih kupegang, masih terus membawaku meluncur, padahal seharusnya aku tenggelam.
Talinya habis, dan aku jatuh begitu saja ke dasar laut.
"Huaaaaa sakittttt!!" mencoba berdiri.
"Eh neng, jatuh dari langit?" bingung.
"Huaaa kenapa saya ada di atas kamu!!" langsung berdiri.
"Hehe neng jatuh di atas saya," menggaruk tengkuknya.
"Huh iya iya saya minta maap," sambil merapikan pakaianku yang kusut.
"Neng nyari siapa?"
"Nyari temen," mengedarkan pandangan.
Masih air, anehnya aku bisa bernafas, anehnya aku berjalan seperti biasa, tak berat menahan posisi badan.
"Eh, ini yang namanya kota mimpi," gumamku.
"Iya neng ini kota mimpi, ini lahan perkebunan, neng bisa kesana, di sana ada perumahan," menunjuk pada bawah gunung.
"Oh iya, makasih pak," canggung.
Aku berjalan, memandangi setiap orang yang berjalan. Bajunya sama persis dengan perempuan mata biru kristal itu, hanya setiap coraknya saja yang berbeda, tapi adalah beberapa yang memakai pakaian yang aneh tak tau harus kutafsrikan seperti apa. Tapi anehnya sepatu hingga di bawah lutut dan sarung tangan selalu ada disetiap tubuh mereka. Tentunya aku yang aneh di sini, kenapa coba aku make dress polos sampai batas lutut, dengan sepatu pink senada dengan dressku. Semua orang menatap kearahku membuatku hanya bisa menunduk sambil mempercepat jalan, tapi aku tak tau hendak kemana.
"Nih pake sepatu ini, pake sarung tangan ini juga!" menyodorkan sepatu pink dan sarung tangan pink senada dengan dressku.
Aku melirik kepada orang di sampingku, betapa terkejutnya aku mendapati bola mata kristal yang selama ini kurindukan.
"Eh, kamu bukan Rey," saat melihat wajahnya.
"Rey?" bingung.
"Hahaha gak ada, temen saya," sambil mengambil sepatu dan sarung tangan itu.
"Semua orang di sini, matanya memang biru kristal ya?" sambil berjalan bersama.
"Gak, ini menurut marga masing masing."
"Marga mu apa?"
"Heh kenapa kau ini kepo sekali, Kau sendiri kenapa kemari, kau bukan orang sini kan," meremehkan.
"Ya memang bukan, aku datang dari Aan," menatap kakiku.
"Oh Aan," biasa saja.