Tidak sabar rasanya Robert menunggu jawaban Annie. Gadis itu hanya termanggu menatapnya dengan pandangan nanar.
"Aku asumsikan kau setuju." Robert akhirnya berkata seraya membuka halaman pertama buku harian yang sejak tadi dipegangnya.
"Hentikan!" Jerit Annie seraya merebut dan memeluk buku harian itu erat-erat di dadanya. "Tolong jangan lakukan."
"Bukankah ini yang kau inginkan?"
Robert berusaha mengambil kembali buku harian itu. Dengan kasar, Annie menepis tangannya.
"Aku berubah pikiran," Annie berkata dengan kedua tangan masih memeluk buku harian itu. Suaranya serak dan kedua matanya terlihat basah. "Aku tidak ingin kau dikutuk."
"Siapa bilang aku akan dikutuk?" Laki-laki itu tertawa geli. "Bukankah mereka mengatakan ...."
"Aku lebih percaya pada mataku dibanding ucapan Kim dan Corey!" Annie menggigit bibir bawahnya. "Aku benar-benar melihatnya, Robert. Kau percaya padaku, 'kan?"
"Tentu saja aku percaya padamu. Aku tidak pernah meragukanmu."
"Kalau begitu, berjanjilah padaku." Gadis itu menarik napas sejenak sebelum meneruskan ucapannya. "berjanjilah, apapun yang terjadi, kau tidak akan pernah membacanya."
"Oke, aku janji tidak akan pernah membacanya." Mendesah, Robert menyandarkan tubuhnya ke dinding toko bahan makanan yang sudah tutup sejak beberapa bulan yang lalu. "Tapi hal ini berarti persoalan kita semakin jauh dari selesai."
"Setidaknya kita tidak menambah persoalan lagi." Tegas Annie. Suaranya yang lembut terdengar tulus di telinga lawan bicaranya. Setengah bergumam, gadis itu meneruskan ucapannya. "Kau lebih pintar dariku, Robert. Apa kau ada rencana apa yang kita lakukan selanjutnya.
"Kita harus mengenal siapa lawan kita sebelumnya." Robert berdiri tegak. "Ayo kita kembali ke sekolah."
"Untuk apa?" Annie nyaris kesulitan untuk mengimbangi langkah Robert yang jauh lebih panjang darinya. "Memang apa yang bisa kita temukan di sana?"
"Kita cari buku tahunan." Jelas Robert. "Dengan itu kita bisa mengenal siapa Erin Hewitt dari teman-teman seangkatannya."
"Tapi sekolah sudah tutup dan hari sudah mulai gelap." Sambil berkata, gadis itu menatap ke ufuk barat.
"Apa kau dan teman-temanmu belum pernah menerobos masuk sebelumnya?" Ledek Robert ringan.
"Tentu saja tidak pernah." Tukas Annie sebal. "Memangnya kau sendiri sudah?"
"Belum." Sambut laki-laki itu tertawa.
*****
Matahari sudah lama tenggelam saat mereka kembali ke sekolah. Entah kenapa, gedung sekolah yang biasa mereka kunjungi itu terlihat sangat menakutkan kala malam hari. Cat berwarna krimnya yang kusam terlihat lebih suram dan sedikit lumut yang tumbuh di beberapa sudut menambah kesan menyeramkan.
Robert mengalihkan pandangannya pada Annie. mengangguk sebagai tanda agar keduanya mendekat ke arah pintu gerbang yang sudah berkarat.
"Bagaimana kalau kita ditangkap penjaga sekolah." Bisik Annie. Cemas.
"Ini bukan kota besar." Terang Robert sambil menimbang cara untuk memanjat melompati pagar itu. "Setelah dikunci, tidak ada yang jaga di dalam."
Robert langsung memanjat menaiki pagar itu.
"Hati-hati, bodoh!" Desis Annie. "Kalau sampai kau celaka, kita bisa repot."
"Aku mungkin tidak seatletis pacar-pacarmu," tukas Robert dengan napas terengah-engah. Remaja itu terlihat kesulitan untuk mencari pijakan dan pegangan di pagar yang hanya berupa batang besi yang tegak lurus. "tapi, bukan berarti aku selemah itu."
"Aku bukan meremehkanmu." Ralat Annie. "Aku khawatir padamu."
Seketika itu juga, setelah mendengar ucapan Annie, kaki Robert tergelincir.
"Kau tidak apa-apa?" Jerit Annie panik.
"A-aku tidak apa-apa." Robert mengutuk dirinya sendiri seraya mengangkat tubuhnyanya melewati atas gerbang, menuju ke sisi satunya. "Tolong jangan cerita pada siapa-siapa."
"Memangnya aku akan bercerita pada siapa?"
"Entahlah, mungkin saja Tamara atau Trent." Tukas Robert dengan napas tercekik.
Kehabisan tenaga, remaja itu melepas pegangannya dan melompat ke bawah.
"Uuhhh ...." Robert meringis. menyesali keputusannya. Dia merasakan nyeri di pergelangan kakinya. Setelah melemaskan dengan memutar-mutarnya selama beberapa saat, rasa nyeri itu menghilang. "Apa kau butuh bantuan?"
"Tidak perlu."Annie baru saja akan langsung naik. "Tolong balikkan tubuhmu dan tutup mata, Robert. Jangan membukanya sampai aku memintamu."
"Kenapa?"
"Berbalik saja, oke. Aku mengenakan rok pendek."
"Aku tidak tahu apa masalahnya?" Gerutu remaja raamping itu sambil membalikkan tubuhnya. "Aku sudah pernah melihatmu berbikini sebelumnya."
"itu beda."
Dalam hati, Robert sama sekali tidak tahu apa bedanya. Tapi remaja itu memutuskan untuk diam dan menutup matanya. Di belakangnya, Robert bisa mendengar suara pagar besi yang tengah di panjat oleh Annie. namun suara itu terdengar jauh lebih lembut dari saat ia memanjatnya.
Pasti karena tubuh Annie jauh lebih ringan dariku.
"Sudah, kau bisa berbalik sekarang." Suara Annie terdengar tidak sampai tiga detik kemudian.
"Bagaimana kau bisa ...." Robert memandang ke arah gerbang dan Annie secara bergantian. "Di gerbang itu nyaris tidak ada pegangan dan ...."
"Hal ini mudah bagi anak cheerleader." Sahut Annie sambil nyengir. "Ayo."