Deadline dan Perasaan

Penulis N
Chapter #16

16

Hari-hari setelah pertemuan dengan Claudia terasa berlalu dengan kecepatan yang menakutkan. Beberapa hal memang terasa lebih jelas, tetapi beberapa hal lainnya justru semakin membingungkan. Aku dan Mateo kembali bekerja bersama, seperti biasa. Tidak ada perubahan besar, hanya saja, ada sebuah ketegangan tak terlihat yang muncul setiap kali aku melihatnya. Ketegangan itu bukan karena apa yang terjadi di luar, tetapi lebih pada diriku sendiri. Aku merasa ada banyak hal yang belum aku mengerti tentang perasaan ini—perasaan yang tumbuh semakin kuat setiap harinya.

Terkadang, aku merasa seperti aku berada di persimpangan jalan, di mana setiap langkah yang aku ambil bisa mengubah semuanya. Aku tidak tahu apakah aku siap untuk menghadapi perubahan itu, atau apakah aku sudah cukup mengenal Mateo untuk bisa mengambil langkah berikutnya. Semua ini semakin rumit, karena aku mulai merasa bahwa ada lebih dari sekadar persahabatan antara kami.

Hari itu, saat aku kembali ke kantor setelah rapat yang memakan waktu hampir sepanjang pagi, aku menemukan Mateo sedang duduk di mejanya. Dia tampak serius, fokus pada laptopnya, seolah-olah dunia di sekitarnya tidak ada. Aku merasa dorongan untuk mendekat, berbicara dengannya, tapi aku ragu. Aku masih belum tahu bagaimana cara menghadapinya—apakah sebagai rekan kerja, teman, atau mungkin lebih dari itu.

Aku memutuskan untuk duduk di mejaku dan membuka tumpukan email yang perlu aku urus. Tapi perasaanku tidak bisa teralihkan. Mata aku kembali mengarah pada Mateo yang masih fokus pada layar. Tiba-tiba, dia menoleh, seolah merasakan tatapanku.

"Amelia, kamu terlihat serius. Ada yang bisa aku bantu?" tanyanya, dengan senyum kecil yang selalu membuat hatiku berdebar.

Aku terkesiap, sedikit terkejut karena aku sudah terjebak dalam pikiranku sendiri. "Oh, tidak. Hanya saja, aku... Aku sedikit bingung dengan beberapa hal."

Mateo memandangku, seolah merasakan ketegangan yang tidak terucapkan. "Bingung tentang apa?" tanyanya, nada suaranya terdengar lebih serius daripada biasanya. "Kamu tahu, kita bisa berbicara kapan saja."

Aku menarik napas dalam-dalam. "Aku... aku mulai merasa ada yang aneh di antara kita," aku berkata dengan hati-hati, meskipun perasaan ini terasa semakin menyesakkan. "Aku tahu kita bekerja bersama, tapi entah kenapa, rasanya ada sesuatu yang lebih dari itu, sesuatu yang sulit aku jelaskan."

Mateo terdiam sejenak, menatapku dengan tatapan yang sulit dibaca. Aku merasa cemas, takut dia akan menganggapku aneh atau terlalu perasa. Tetapi, setelah beberapa detik, dia menghela napas dan menatapku dengan lebih lembut.

"Amelia," katanya, suaranya terdengar lebih dalam dari biasanya, "Aku tahu apa yang kamu rasakan. Aku juga merasakannya. Tapi kita harus berhati-hati. Kita tahu betul betapa rumitnya menjaga hubungan profesional di sini, apalagi jika perasaan kita mulai berkembang ke arah yang lebih pribadi."

Aku mengangguk pelan. "Aku tahu. Aku hanya... Aku hanya tidak ingin kehilangan apa yang sudah kita punya. Ini sulit."

Mateo tersenyum kecil. "Aku juga tidak ingin kehilangan itu. Tapi kita harus tahu kapan harus melangkah maju dan kapan harus berhenti. Kita harus bijak."

Aku merasa seolah-olah berat beban yang ada di pundakku sedikit berkurang. Kami berdua tidak pernah berbicara dengan begitu jujur tentang apa yang kami rasakan, dan aku merasa lega bisa mengungkapkan sedikit perasaan yang terpendam. Namun, aku juga tahu bahwa ini bukanlah akhir dari kebingunganku. Justru, ini mungkin adalah awal dari sesuatu yang lebih besar—sebuah pilihan yang harus kami buat bersama.

Apakah kami akan melangkah lebih jauh dalam hubungan ini? Atau apakah kami akan tetap bertahan pada batasan profesional kami? Semua pertanyaan itu terus berputar dalam pikiranku, membuatku semakin tidak yakin tentang apa yang harus aku pilih.

Aku menatap Mateo, yang kini kembali duduk dengan tenang di kursinya. "Kita akan mencari cara untuk menghadapi ini, bukan?" tanyaku, berusaha terdengar lebih yakin dari yang aku rasakan.

Mateo mengangguk. "Tentu saja. Kita akan temukan jalan terbaik."

Aku mengangguk, meskipun hatiku masih penuh dengan keraguan. Aku tahu bahwa hubungan ini, apakah itu profesional atau lebih dari itu, membutuhkan banyak pertimbangan. Dan aku harus siap dengan segala kemungkinan yang akan datang.

Keheningan antara aku dan Mateo terasa lebih tebal dari sebelumnya. Meski kami berdua tampak sibuk dengan pekerjaan masing-masing, ada sesuatu yang terus mengikat kami di satu titik yang sama. Perasaan itu tidak bisa dijelaskan, seperti sebuah benang halus yang menghubungkan kami tanpa bisa diurai, tak peduli betapa kerasnya kami berusaha untuk tetap fokus pada pekerjaan.

Seiring berjalannya waktu, aku mulai merasa ada perubahan dalam sikap Mateo. Terkadang, ada tatapan lama yang tertuju padaku, atau cara dia berbicara yang terasa lebih penuh perhatian. Tetapi, dia tidak pernah mengungkapkan perasaannya lebih jauh. Mungkin dia memilih untuk menjaga jarak—aku tak tahu pasti.

Hari itu, setelah jam kerja selesai, aku bersiap untuk pulang. Seperti biasa, aku berjalan keluar dari kantor menuju tempat parkir. Langit sudah mulai gelap, dengan kilatan lampu kota yang memantulkan cahaya di sepanjang jalan. Aku berjalan pelan, berpikir tentang apa yang harus dilakukan selanjutnya. Perasaan ini, yang tidak bisa aku jelaskan, terus menggerogoti pikiranku.

Tiba-tiba, aku mendengar suara langkah kaki dari belakang. Aku menoleh dan mendapati Mateo berjalan mendekat.

"Amelia," katanya, memanggil dengan nada yang sedikit ragu. "Boleh kita bicara sebentar?"

Aku berhenti dan menatapnya. "Tentu," jawabku pelan. Mungkin inilah saatnya untuk berbicara lebih lanjut, untuk menjelaskan apa yang sudah terasa begitu jelas namun tak terungkapkan.

Kami duduk di bangku taman kecil yang terletak di dekat gedung kantor. Mateo menatapku sejenak, seolah mencari kata-kata yang tepat. Aku menunggu, tidak sabar dan sedikit cemas.

"Aku tahu ini tidak mudah," kata Mateo akhirnya. "Dan aku juga merasa bingung. Tapi setelah beberapa hari ini, aku merasa harus mengatakannya."

Lihat selengkapnya