Hari-hari berlalu dengan kecepatan yang tak terasa, dan setiap hari aku merasa seolah waktu berjalan sangat cepat. Beberapa hal mulai terasa lebih ringan, meskipun ada juga yang semakin berat. Hubunganku dengan Mateo semakin rumit, tapi ada bagian dari diriku yang merasa nyaman dengan ketidakpastian ini.
Aku menghabiskan pagi itu di kantor dengan tenggat waktu yang semakin mendekat. Pekerjaan terus mengalir, dan aku hanya bisa berusaha menyelesaikan satu demi satu. Ketika melihat kalender, aku menyadari bahwa rapat besar dengan klien akan berlangsung dalam dua hari lagi. Rapat yang sangat penting. Semua orang di kantor tampaknya sibuk mempersiapkan, termasuk Mateo. Kami saling berpapasan di ruang kerja, tetapi tak banyak kata yang terucap di antara kami. Kami sudah terlalu banyak berbicara dengan kata-kata yang tidak terucap.
Tengah hari, aku duduk di meja makan kantor, menyantap makan siang sendirian, berusaha menenangkan pikiran. Suasana kantor yang biasanya riuh rendah, sekarang terasa lebih sunyi. Aku merasa seolah ada jarak yang semakin membentang antara aku dan Mateo. Setiap kali kami bertemu pandang, ada perasaan canggung yang mengambang di udara.
Ketika aku sedang mengunyah makan siang, ponselku bergetar. Aku melihat layar, ada pesan masuk dari Mateo.
"Amelia, kita perlu bicara lagi setelah jam kerja. Aku ingin memastikan kita siap untuk rapat nanti."
Pesan itu sederhana, tetapi aku tahu betul apa yang sebenarnya dia maksud. Sepertinya, Mateo ingin membicarakan sesuatu yang lebih dari sekadar rapat besar itu. Aku menatap pesan itu sejenak, merasa sedikit gugup. Apa yang harus aku katakan padanya? Aku merindukan percakapan yang lebih mendalam, tapi aku juga tahu kami belum siap untuk mengambil langkah besar.
Setelah beberapa detik, aku mengetik balasan singkat, "Baik, setelah jam kerja."
Aku menyelesaikan makan siangku dengan rasa cemas yang terus menggelayuti pikiranku. Ketika jam kerja berakhir, aku meninggalkan mejaku dan menuju ruang rapat di lantai atas, tempat Mateo sudah menungguku.
Mateo berdiri di depan jendela besar, memandang ke luar dengan wajah serius. Aku bisa merasakan ada ketegangan yang menyelubungi kami, sesuatu yang belum bisa kami utarakan.
"Kamu datang tepat waktu," katanya tanpa menoleh, suaranya terdengar berat. "Aku ingin membicarakan semuanya, Amelia."
Aku duduk di kursi yang ada di depan meja besar, berusaha menjaga ketenangan meskipun hatiku mulai berdebar lebih kencang.
"Seperti apa yang kita bicarakan sebelumnya, aku merasa kita perlu menyelesaikan semuanya," lanjutnya, kali ini menatapku. "Kita harus tahu apa yang kita inginkan dari hubungan ini. Apakah kita bisa menjaga profesionalitas atau akan ada lebih dari itu?"
Aku menarik napas dalam-dalam. Ini adalah percakapan yang sudah lama kutunggu, tetapi kini rasanya sangat berat. Aku tahu bahwa ini adalah momen penting yang akan menentukan arah kami ke depan.
"Mateo," aku memulai dengan suara yang sedikit gemetar, "aku... aku tidak tahu harus berkata apa. Aku merasa kita berdua sudah terlalu terlibat dalam hal ini, dan aku tidak ingin kita membuat keputusan yang terburu-buru."
Dia mengangguk pelan, seolah mengerti. "Aku tahu, Amelia. Aku tidak ingin terburu-buru, aku hanya... aku tidak bisa terus hidup dalam ketidakpastian. Aku butuh kepastian. Kita sudah terlalu lama berjalan di antara garis ini."
"Begitu banyak yang perlu kita pertimbangkan," kataku dengan perlahan, "Kita bekerja bersama, kita punya tanggung jawab yang besar. Aku takut kalau kita tidak hati-hati, kita bisa merusak semuanya."
Mateo duduk di seberang meja, lebih dekat dari biasanya. "Aku mengerti kekhawatiranmu. Tapi aku yakin kita bisa menghadapi semuanya bersama, asalkan kita bisa jujur tentang perasaan kita."
Aku terdiam sejenak, memikirkan kata-katanya. Aku ingin percaya padanya, aku ingin berharap bahwa hubungan kami bisa lebih dari sekadar rekan kerja. Tetapi aku tahu betul bahwa tak semua hal bisa berjalan mulus seperti yang diinginkan.
"Aku perlu waktu lebih banyak, Mateo," kataku akhirnya. "Aku ingin ini berjalan dengan baik, tetapi aku tidak ingin terburu-buru mengambil keputusan."
Dia mengangguk dan tersenyum tipis. "Aku akan menunggu, Amelia. Aku menghargai keputusanmu."
Dengan jawaban itu, aku merasa sedikit lega. Mungkin ini adalah langkah pertama yang benar. Kami tidak perlu terburu-buru. Kami akan melangkah perlahan, tetapi kami tidak akan mundur. Setiap perasaan yang ada di antara kami, harus melalui proses—dan kami harus siap untuk menjalani proses itu.
"Aku tahu ini tidak mudah," kata Mateo, "tapi aku tidak ingin merusak apa yang sudah kita mulai."
Aku mengangguk, dan akhirnya, kami hanya duduk di sana dalam hening, seolah sedang menyusun langkah-langkah berikutnya, langkah yang lebih pasti, tapi tetap penuh pertimbangan.
Hari berikutnya datang dengan ketegangan yang sedikit lebih ringan. Aku merasa seolah ada sedikit ruang di antara kami, ruang yang memberi aku kesempatan untuk berpikir jernih. Aku dan Mateo tidak terlalu sering berbicara, tetapi ada semacam keheningan yang terasa nyaman. Kami berdua tahu bahwa percakapan yang terjadi kemarin adalah langkah besar dalam hubungan kami. Namun, masih banyak hal yang perlu dipertimbangkan, dan waktu akan mengungkapkan segalanya.
Pagi itu, aku memasuki kantor dengan perasaan yang lebih tenang. Pekerjaan yang menumpuk di mejaku seperti biasa, tetapi aku tidak bisa menahan diri untuk tidak memikirkan Mateo. Aku menatap layar komputerkku, mencoba fokus pada tugas yang ada, tetapi pikiranku terus melayang.
Tiba-tiba, ponselku bergetar. Ada pesan masuk dari Mateo.
"Amelia, kita ada rapat dengan klien pukul dua siang. Pastikan semuanya siap."
Pesan itu singkat, namun aku bisa merasakan ada sedikit ketegangan di balik kata-katanya. Mungkin dia sedang berusaha menjaga profesionalitas, meskipun kami berdua tahu ada lebih banyak yang belum terselesaikan antara kami.
Aku membalas pesan itu dengan singkat, "Baik, siap." Meskipun kata-kataku sederhana, hatiku sedikit cemas. Aku tahu, rapat ini bukan hanya tentang pekerjaan. Ini juga tentang kami—tentang bagaimana kami akan berinteraksi satu sama lain di hadapan orang lain.
Menjelang siang, aku sudah siap dengan presentasiku. Rapat dengan klien itu penting, dan aku tahu ini adalah kesempatan untuk menunjukkan seberapa profesional kami bekerja, meskipun hubungan pribadi kami semakin rumit.