Hari-hari menuju launching produk baru memang lebih melelahkan dari biasanya. Elina harus beberapa kali menggantikan Sean yang mudah sakit saat kelelahan. Itu sebabnya, dia harus membuat bahan presentasi sekaligus berbicara menggantikan Sean. Dia sungguh heran mengapa Sean selalu sakit di saat yang kurang tepat? Contohnya saat ini. Bahkan hampir setiap Senack akan mengeluarkan produk baru, Sean akan lebih dulu dirawat di rumah sakit.
Elina membanting tubuhnya di sofa. Dengan napas tersenggal juga tubuh yang terasa panas, dia menuangkan air ke gelas dan menegaknya. Dia merasa tubuhnya remuk karena selama beberapa hari ini dia harus ke sana ke mari. Bahkan, dia harus menyetir setiap hari.
"Udah kayak soulmate ya," ujar Elina sembari menatap kunci mobil yang dipinjamkan Sean. Ternyata benar, kebanyakan lowongan kerja mencantumkan beragam kualifikasi tak masuk akal karena memang perusahaan seolah menuntut karyawannya. Seperti yang sering terjadi pada Elina. Dia harap ada bonus untuk pekerjaan tambahannya.
Sembari melepas blazer biru yang sejak tadi melekat, Elina memasak air untuk menyeduh segelas kopi. Dia merasa jika kopi dingin akan sedikit mendinginkan otaknya.
Suara notifikasi membuat Elina segera meraih ponselnya yang diletakkan dekat TV. Dia memutar malas matanya saat mendapati sebuah pesan dengan nama pengirim yang sudah selama beberapa hari ini mencoba menghubunginya. Siapa lagi kalau bukan pria yang direkomendasikan oleh sang ibu?
Memang, secara usia mereka terpaut 3 tahun di mana Damar yang lebih tua dibanding Elina. Namun, rasanya Elina malah seperti bertemu dengan seorang pria yang baru menginjak usia remaja. Sejak kemarin topik yang mereka bahas sungguh membuat Elina muak. Apalagi, Damar cenderung memamerkan apa yang dia punya. Bukan maksud Elina merendahkan. Namun, hal yang Damar pamerkan sungguh jauh dari beberapa pria yang pernah Elina pacari. Meskipun, berujung dia diselingkuhi karena alasan tak ada waktu. Padahal, pilihan Elina cukup tepat, bukan? Dia tahu apa yang harus dia jadikan prioritas.
"Mama bisa-bisanya nyariin cowok kayak gitu," gumamnya sembari menuang air panas itu ke gelas yang sudah dia isi lebih dulu dengan serbuk kopi. Selanjutnya, dia memasukan es batu dan menunggunya hingga dingin.
Sembari menunggu, Elina menyalakan TV. Dia harap ada tayangan yang setidaknya bisa membuat suasana hatinya membaik. Hingga akhirnya dia memilih untuk menonton acara komedi di platform video alih-alih mencari di TV lokal.
Di tengah fokusnya pada acara di TV, ponselnya lagi-lagi berbunyi. Kali ini bukan lagi nama Damar yang muncul, melainkan nama Sean sang atasan. Entah apa yang dibutuhkan pria itu hingga menghubunginya malam-malam seperti ini. Jangan lagi karena resep sepele atau laporan.
"Kenapa, pak?" ketus Elina karena Sean baru saja merusak waktu bersantainya.
"Kamu gak ngelewatin satu pun 'kan?"
"Aman, pak, saya kerja rodi," ujar Elina penuh tekanan.
"Baguslah. Besok ada satu lagi. Kamu harus pastiin dapet kontrak dari pak Yudha."
Elina membulatkan mata. Ada lagi? Besok adalah hari Jum'at dan Elina berharap itu adalah meeting terakhir yang dia lakukan. Mempunyai kepribadian yang introvert, tentu membuat Elina merasa energi sosialnya sudah terkuras habis karena harus menggantikan Sean.
"Itu yang terakhir 'kan?"
"Eh, kayaknya besok saya aja. Malem ini saya pulang kok."
"Baik, pak, semoga selamat sampai tujuan dan segera sembuh."
***