Deal, ya!

Salwaa Roudlootul
Chapter #12

#12 Soal Kontrak

"Buat debay." Rani nampaknya masih kukuh yakin Elina hanya mencoba menyembunyikan kehamilannya. Dia bahkan sampai memberikan semangkuk sup daging miliknya agar Elina mendapat banyak nutrisi.

Hari ini kantor mereka memiliki menu makan siang yang cukup menarik. Ada sup daging, tumis sayuran, serta puding untuk cuci mulut. Benar-benar sehat dan menggugah selera. Namun, Elina justru hanya memakan salad buah seperti biasa.

"Ah, lupa. Lo gak bisa makan sembarangan," ujar Rani dengan nada sedih. Elina dan Mira hanya menahan tawa melihat ekspresi si bungsu. Terlihat cukup lucu untuk mereka. Apalagi dengan tiba-tiba Rani lupa Elina tak bisa sembarangan makan. Paling dia hanya bisa memakan pudingnya.

"Lagian lo ributin debay siapa sih?"

"Calon ponakan keluarga besar Senack. Udah, gue tau pamali bilang-bilang kehamilan di bawah 5 bulan. Makanya dari kemaren lo bilang gak hamil."

Elina memijat pelan pangkal hidungnya sembari menahan tawa. Astaga! Dia bahkan sampai kehilangan kata-kata karena ulah Rani. Andai Rani tak mengungkit soal bayi yang jelas-jelas tak ada, mungkin satu kantor takkan mengistimewakannya. Bahkan, pagi-pagi selalu ada makanan ringan di mejanya. "Gue belum nikah mana mungkin hamil, Ran."

"Kan sama pak Sean."

Elina tertawa mendengar jawaban itu. Dia sudah memutuskan untuk tak pernah menikah. Mana mungkin tiba-tiba berubah pikiran. Dia hanya akan melakukan hubungan kontrak demi menghindari suruhan sang ibu juga kasihan melihat nenek Sean. Itupun belum mencapai kesepakatan karena masih ada poin yang belum bisa diterima oleh Elina.

"Please, berhenti mikir gitu, Ran. Gue bener-bener gak punya hubungan apa-apa."

"Tapi kemaren lo minta tanggung jawab apaan coba?" tanya Mira yang kemudian membuat Elina terdiam. Tak mungkin dia mengatakan kalau dia meminta tanggung jawab Sean atas kekacauan yang terjadi setelah pertemuan itu. Dia bisa semakin terjebak rumor dengan Sean jika seperti itu.

"Eum ... Itu ....." Elina sungguh tak bisa memberitahunya. Dia tak ingin rumor baru menyebar lagi nanti. Dia memilih untuk tertawa menutupi rasa gugupnya. "Itu karena gue harus gagal liburan sih. Cuti gue gak disetujuin padahal udah beli tiket."

"Yakin?"

"Mampus kenapa harus mancing-mancing sih?" Elina merasa beruntung karena lidahnya bukan tipe yang akan mudah termanipulasi. Jadi, dia tak langsung keceplosan meski dipancing seperti ini. Ah, andai tahu terlibat dengan Sean malah akan membuatnya kesusahan seperti ini, sejak awal dia takkan meminta bantuan dari pria itu. Apalagi, sekarang masalahnya makin rumit dengan sebuah kontrak.

"Jam istirahat bentar lagi beres nih. Cepet abisin," ujar Mira yang kemudian membuat Rani mengangguk dan buru-buru menghabiskan makan siangnya. Rani pemuja makanan. Jadi, dia takkan membiarkan makanannya tersisa. Konon, dia tak mau menyia-nyiakan uang yang digelontorkan perusahaan untuk makan siang mereka.

***

Di sebuah kafe, Sean dan Elina kembali duduk berhadapan. Mereka masih belum mencapai kesepakatan karena Sean terus menambahkan poin-poin yang tak ingin Elina lakukan. Termasuk berhenti bekerja. Elina mendedikasikan hidupnya untuk bekerja. Baginya, sia-sia jika setiap jenjang pendidikan dia lalui tapi dia sama sekali tak memanfaatkannya.

Inilah yang membuat Elina sebenarnya malas. Masih banyak yang berpandangan bahwa wanita kodratnya adalah di dapur. Namun, bagi Elina wanita juga berhak untuk memiliki mimpi dan berkarier.

Lihat selengkapnya