Jangan pernah berhenti, teruskanlah.
Jangan pernah menyesali, jalanilah.
Selesaikanlah segala apa yang kau mulai.
Jika kau sudah memulai, maka kau juga yang harusnya mengakhiri.
Ingatlah, tak ada rasa sesal yang muncul di awal.
(Birendra Sadhana)
🍁🍁🍁
Kembali, malamnya terusik. Bayang-bayang pekerjaan kedua terus menari-nari dalam benaknya. Membuatnya terjaga semalam suntuk. Begitulah Birendra jika memiliki beban pikiran yang berlebih. Matanya akan sulit terpejam hingga dini hari. Kalau pun terpejam percuma saja, mimpi buruk akan menemani.
Jika saat mencari lowongan kemarin dia masih bisa tidur selama dua jam, kali ini sama sekali dia tak dapat memejamkan matanya. Hingga azan Subuh berkumandang dan ketukan lembut sang mama pada daun pintu kamarnya itu terdengar.
Bukan hanya mengetuk pelan, sang mama justru membuka dan masuk ke kamar Birendra. Dia melihat dari celah pintu cahaya lampu kamar menerobos celah bawah pintu. Tak seperti biasanya, karena Birendra lebih suka tidur dalam keadaan gelap.
Ajeng menghampiri Birendra yang sedang duduk membelakangi pintu. Laptop di hadapannya menyala. Beberapa buku berserakan di mejanya. Buku-buku pelajaran juga menemani malamnya.
"Bi ..., kok sudah ada di meja belajar, Nak?" ujar sang mama dengan usapan lembut di kepala Birendra.
Birendra menoleh dan tersenyum kepada wanita yang sudah melahirkannya itu. "Bi nggak bisa tidur, Ma. Besok mengajar di jam pertama. Bi harus persiapkan media pembelajaran terlebih dahulu."
"Bukan karena memikirkan yang semalam 'kan?"
Birendra hanya menggeleng dengan pelan serta senyum yang tak pernah pudar dari bibirnya. Padahal, jauh di dalam pikiran dia memang memikirkan tentang pekerjaannya yang baru. Namun, dia tak ingin membuat mamanya itu turut terbebani karenanya.
"Manisnya anak Mama," ujar Ajeng sambil mencubit pipi putra bungsunya itu.
"Mama buruan turun, bisa habis nanti pipi Bi dicubitin terus sama Mama. Lagian itu bayi besar Mama sudah bangun? Nanti dicari, loh!"
"Tenang saja, Bi. Bayi besar Mama sudah anteng, pas dibangunin tadi langsung bangun dan bersiap mau ke masjid. Tinggal bayi kecil Mama ini yang belum apa-apa," jawab sang mama sambil mengapit kedua pipi Birendra dengan tangannya.
🍁🍁🍁
Mobil di hadapannya sudah lebih dulu memasuki pekarangan rumah berpagar coklat itu. Birendra mengekori, dan segera turun dari motor setelah sang pemilik mobil memintanya untuk mendekat. Birendra pun mendekat, rangkulan dari pemilik mobil menyambutnya dengan hangat.
"Bang, nggak usah peluk-peluk! Ntar orang pikir kita homo!"
"Mulutmu, Bi! Mau di sekolahin lagi?" ujar Radit sebal.
Mereka berdua memasuki ruang tamu, embusan udara dingin menyapa membuat sedikit bergidik karena perbedaan suhu yang sangat kentara.