Mengalahmu bukan berarti kau tak mampu.
Kau menghindar, bukan berarti lari dari kenyataan.
Dan saat kau pergi, bukan berarti kau ingin sendiri.
Karena nyatanya, ada banyak hati yang harus kau jaga, supaya tak tersakiti.
(Birendra Sadhana)
🍁🍁🍁
Semalam, Ganesh menyusul Birendra ke kamarnya. Sang adik tidak kembali setelah pamit untuk merapikan barang bawaan kakaknya itu.
"Bi, makan malam sudah siap," ujar Ganesh saat memasuki kamar adiknya.
Birendra menoleh lantas mengembalikan pandangan pada laptop di hadapannya. "Bi masih kenyang, Mas. Kalian lanjut saja makan malam. Ayah dan mama tidak akan kesepian karena Zio sudah menemani mereka."
"Yakin sudah kenyang?" Ganesh mencoba mengalihkan pembicaraan, karena dia paham adiknya itu memendam rasa iri pada Zio. "Nanti magnya kambuh kalo telat diisi," bujuknya sekali lagi.
"Nggak akan, Mas. Tadi sebelum pulang Bang Radit ngajak makan bakso. Mm ..., sekalian sampaikan pada ayah, Bi sudah dapat pekerjaan, jadi editor lepas. Sebenarnya sudah sejak tiga minggu kemarin, sih! Kalau ditanya kenapa baru bilang, ya karena mulai malam ini sampai beberapa minggu ke depan sudah banyak naskah masuk untuk Bi kerjakan."
Ganesh hanya mengangguk, diam-diam dia bangga pada kegigihan adiknya ini untuk mandiri. Berbeda dengan dirinya, ketika baru menyandang gelar sarjana sudah menuruti kemauan ayahnya. Sehingga tak banyak kesulitan yang dia hadapi.
"Ok, nanti Mas sampaikan! Jangan terlalu lelah. Tubuhmu juga butuh istirahat. Nanti biar Mas minta mama untuk membawa kudapan sebagai teman bekerja."
"Nggak usah, Mas! Bi masih punya keju slice." Birendra mengangkat bungkus biru dan menunjukkan pada kakaknya.
"Dasar! Penggila keju."
"Bukan, Mas, aku penggila susu! Eh ..., olahan susu maksudnya. Nggak usah nggeplak juga kali, Mas, sakit! Keluar gih dari kamarku!" gerutu Birendra saat jitakan sang kakak itu mendarat di kepalanya.
"Hm ..., Mas bakal keluar dari sini, tapi jawab dulu pertanyaan dari Mas Ganesh dengan cepat!"
"Apa?"
"Bi, awan, warna?"
"Putih!"
"Kertas, warna?"
"Putih!"
"Kapas, warna?"
"Putih!"
"Pocong, warna?"
"Putih, lah!"
"Kalo sapi minum?"
"Susu!"
"Bego! Sapi minum air, dodol!" Ganesh melenggang pergi dan meninggalkan Birendra berpikir keras.
Birendra masih mencerna apa yang diucapkan kakaknya, seketika dia menepuk jidatnya sendiri. "Bayi sapi bener minum susu, kalo sapi dewasa minumnya air! Iya 'kan, Mas? Anak bungsu keluarga Wardhana itu menoleh ke arah kakaknya.
"Lah, kapan perginya? Kek jelangkung aja sih, Mas?"
🍁🍁🍁