Apakah aku sudah sampai pada puncak kesabaranku?
Belum! Aku masih baru memulai dan menguji sabarku.
Jika sabarku tak lagi dihargai.
Jika usahaku tak lagi mendapat dukungan.
Jika segala yang aku lakukan hanya dipandang sebagai kesalahan.
Tak mengapa, aku masih akan terus bertahan.
Sampai kapan? Sampai salah satu diantara kita bosan.
(Birendra Sadhana)
🍁🍁🍁
Berhati-hatilah untuk berbicara dengan orang lain, lidah itu memang tak bertulang. Terkadang banyak hati yang tersakiti tanpa disadari. Jika kau suka menulis di atas kertas, kemudian salah kau bisa menghapusnya dengan segera.
Selain itu tulisanmu bisa di coret dan kau buang. Namun, jika itu adalah ucapan yang salah hingga menggores hati, bagaimana kau akan melihat bagian mana yang salah? Bagian mana yang akan kau hapus? Bagian mana yang harus kau benahi?
Hati seorang Birendra itu begitu halus. Meski sudah mendapat sindiran dari sang ayah, dia tak berkata apa pun. Dia beranjak pergi dari ruang makan dan bersiap untuk berangkat ke sekolah.
Mata mamanya memindai Birendra dari ujung rambut hingga ujung kaki. Dengan balutan kemeja hitam dan celana kain yang juga berwarna hitam, wajah pucatnya sangan kentara.
"Mau kemana, Nak? Masih sakit begini. Kembali ke kamar saja, ya? Mama telpon Bang Radit biar dia minta izin sama kepala sekolah." Usapan lembut mamanya itu menyapa kala dia sudah rapi dan akan berpamitan untuk berangkat ke sekolah.
"Bi masih sanggup jalan, Ma. Bi berangkat dulu," jawab Birendra sambil mencium tangan mamanya.
"Yah, Bi berangkat. Mas Ganesh, Zio, Bi duluan." Lelaki itu berpamitan dengan seluruh keluarga
Birendra meredam rasa sakitnya, tetapi tak mengurangi sopan-santun pada kakak dan ayahnya, termasuk juga Zio. Lelaki itu melangkahkan kakinya supaya bisa segera berjarak dengan keluarganya itu.
"Bi, ke sekolah pakai apa? Motornya ...." Suara Ajeng terhenti begitu saja karena Birendra sudah tak terlihat.
"Motornya kenapa, Ma?" tanya sang kepala keluarga.
"Motornya nggak ada di garasi. Mungkin kemarin Radit yang antar Bi pulang, Yah! Duh, ini anak pakai apa ke sekolah? Sekolanya jauh 'kan? Mama telpon Radit sebentar, Yah!"
"Hm." Hanya gumaman yang terdengar menjawab ucapan Ajeng.