Jika memang salahku ini terlalu menyakiti,
Jangan pergi, jangan menghindar.
Tegur aku kembali hingga aku sadar.
Jangan diamkan aku, aku tak suka.
Cerca saja aku!
Mungkin sakit dibalas sakit itu lebih adil.
Tapi jangan mendiamkanku karena itu lebih dari sekadar sakit.
(Birendra Sadhana)
🍁🍁🍁
Salah tetap saja salah, tetapi masih ada celah untuk meminta maaf dan mengakui kesalahan. Jangan menjadi orang munafik dengan tidak mengakui kesalahan. Lelaki sejati takkan pernah sungkan untuk menundukkan kepala dan meminta maaf.
Meski katanya meminta maaf itu menjatuhkan harga diri, lakukan saja. Setidaknya, ada upaya untuk memperbaiki diri dengan cara meminta maaf.
Sepanjang perjalanan ke rumahnya Birendra beberapa kali kehilangan fokus menunggangi motor kesayangannya itu. Motor tua jenis Honda CB350F keluaran tahun 1973 itu adalah peninggalan sang kakek. Si merah seksi yang menggoda, begitu dia menyebutnya.
Meski sudah berusia melebihi pemiliknya tetapi performa motor tersebut masih tetap terjaga. Birendra memang keluarga yang terbilang mampu tetapi itu tak membuatnya menjadi anak yang konsumtif.
Dia dengan bangga tetap menggunakan peninggalan sang kakek. Meskipun ayahnya berkali-kali menawarkan motor baru dengan kapasitas cc yang lebih besar. Namun, anak bungsu Keluarga Wardhana itu menolaknya. Untuk apa yang baru, jika yang lama masih bisa dirawat dan digunakan.
Bunyi klakson mengagetkan Birendra yang sedang melamun saat lampu merah menyala. Di mendongak dan melihat lampu sudah berganti berwarna hijau, pantaslah orang-orang ribut dengan klakson.
Lelaki itu menoleh dan menundukkan kepala sebagai tanda minta maaf pada orang-orang yang ada dibelakangnya. Tubuhnya sedang mengendarai motor, tapi pikirannya sudah ada di rumah sakit.
🍁🍁🍁
Birendra sudah sampai di lobi rumah sakit dengan pakaian yang berbeda. Dia memutuskan untuk pulang, mandi lalu berganti pakaian. Sangat tidak mungkin menemu sang mama dengan tubuh dan pakaian yang seharian sudah terpapar debu, panas, dan polusi dari udara.
Lelaki itu menuju ruangan yang memang biasa digunakan keluarganya untuk rawat inap. Ruangan VVIP Lisianthus yang terletak di lantai teratas. Begitu pintu lift terbuka dia segera berlali dan berhenti tepat didepan pintu.
Ayahnya menatap Birendra yang masuk dan menutup pintu secara perlahan. Lelaki itu menunduk sambil menjulurkan tangan untuk mencium tangan ayahnya.
Diliriknya sang mama sedang tertidur lelap dengan usapan lembut yang diberikan oleh Zio. Ganesh menatap dengan tatapan yang mematikan seakan dia ingin menelan adiknya bulat-bulat.
"Keluar," ujar Ganesh pelan tapi penuh penekan, lalu diseretnya Birendra keluar kamar.
Ganesh mendudukkan adiknya di kursi tunggu yang tersedia di depan kamar tersebut. Sang kakak menatap geram dan menuntut banyak penjelasan dari sang adik.
"Dari mana? Nggak inget sama Mama? Nggak khawatir sama kondisi Mama?"