Sakit di tubuhku tak seberapa dibanding sakit di hatiku.
Aku lelah, aku ingin menyerah, bolehkah?
Sungguh sakit ini benar-benar menggerogotiku secara perlahan.
Lelahku sudah sampai pada batasnya.
Aku tak lagi mampu melampauinya.
(Birendra Sadhana)
🍁🍁🍁
Zio mengeratkan rengkuhan pada Birendra bahkan sang sepupu itu sudah bersandar padanya. Dia tertegun melihat apa yang dimuntahkan oleh Birendra.
"B-Bi, hey! Kuat, yang kuat, jangan begini, Bi!" Zio ikut meluruh bersama tubuh Birendra yang ada dalam rengkuhannya.
Birendra memajukan tubuhnya dan berusaha lepas dari rengkuhan Zio saat perutnya kembali begejolak tak nyaman. Dia kembali memuntahkan cairan pekat berwarna hitam serupa ampas kopi.
Cairan itu jatuh ke lantai dan mengenai baju Birendra. Zio yang berada paling dekat dengan sepupunya itu juga menangkap deru napas yang berat ketika Birendra bernapas.
Lelaki termuda di ruang itu kebingungan menghadapi Birendra. Jujur saja, ini kali pertama dia melihat saudaranya itu sakit sampai seperti ini.
Sementara itu, kedua lelaki yang tadinya berdebat tak kalah kaget, mereka membatu melihat pemandangan mengerikan yang tersaji di hadapan mereka.
Zio jengkel karena dua lelaki itu masih saja terdiam di tempat masing-masing. "Kalian bego apa gimana, sih? Ngapain bengong? Tadi ngebacot, sekarang diem. Nggak guna kalian!"
Radit yang tersadar akan situasi genting ini akhirnya berinisiatif mengambil selimut yang ada di ranjang digunakannya untuk menyeka tangan dan mulut Birendra yang masih berlumur cairan pekat itu.
Guru BK itu mampu membaca situasi, Birendra mengalami syok, tatapan matanya kosong memandang tangan yang masih ada bercak darah sisa muntahannya. Dia menatap linglung ke arahnya yang menutup muntahannya dengan selimut.
"Dit, Bi kenapa? Kenapa dia bisa begitu?" Ganesh ternyata masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Lo masih pikir adik lo ini nggak sakit? Bego! Lo masih mau diem apa gimana? Panggil dokter keluarga lo, Nesh!"
"Bawa Bi ke ranjang dulu, Bang," ujar Zio.
Radit kemudian memapah Birendra ke ranjang dengan bantuan Zio.
"Zi, ambilkan baju ganti buat Bi!"
Setelah memberi perintah pada Zio, Radit berlari ke kamar mandi. Diambilnya sebuah handuk yang dia basahi dengan air hangat dari shower. Diusapnya wajah adiknya itu dengan telaten.