Déanach

NarayaAlina
Chapter #23

Chapter 23 ~ Pindah

Ada hal sederhana yang bisa jadi dianggap receh oleh sebagian.

Namun sangat bermakna untuk yang lainnya.

Hal receh tadi yang mungkin akan dirindukan suatu hari nanti, saat tak lagi bersama.

Hal receh itu bernama "peduli".

Dan, ketika pedulimu tak dianggap berarti.

Teruslah peduli, jangan berhenti.

Karena kita tak 'kan pernah tahu seberapa besar kepedulian yang akan kita terima,

saat kita membutuhkan meski tak diucapkan.

(Birendra Sadhana)

🍁🍁🍁

Sakitnya Birendra kali ini terbilang cukup lama. Sudah seminggu dia menjadi tahanan rumah sakit. Ayah dan mamanya masih juga belum pulang dari masa berlibur. Kedua orang tuanya itu memasrahkan Birendra pada Ganesh dan Zio.

Tak lupa dengan Radit yang selalu saja berkunjung sepulang sekolah. Tak jarang juga Radit membawa bingkisan yang dititipkan oleh beberapa teman kerjanya. Beberapa juga menitipkan salam dan doa untuk kesembuhan Birendra.

Selama seminggu itu pula Ganesh melihat adiknya lebih banyak berdiam diri. Meski Ganesh sudah membuka suara dan mengajaknya berbicara tapi sang adik hanya sesekali menanggapinya.

Sulung Keluarga Wardhana itu ternyata masih saja menyimpan cemburu pada Radit. Ganesh cemburu karena sang adik lebih menurut pada Radit dibanding dirinya.

Padahal Ganesh sendiri juga sering memperlihatkan interaksi akrab dengan Zio di depan Birendra yang sedang terbaring. Itu juga membuat sang adik memalingkan wajah menghindari pemandangan mesra yang tersaji di hadapannya.

Ini keluarga yang sangat lucu. Adik –kakak sama-sama memendam rasa cemburu dan membiarkan panasnya membakar dari dalam bak api dalam sekam. Sedikit saja angin berembus maka terbakarlah semua.

"Pulang saja kalo ngantuk, Zi!" ujar Ganesh sembari mengusap pelan puncak kepala Zio dengan lembut.

"Nanti pulang sama Mas Ganesh, nunggu Bang Radit ganti jagain Bi baru kita balik, gimana?"

"Oke, sip! Nanti mampir beli martabak dulu ya buat cemilan di rumah?"

"Hmm, boleh tuh!" jawab Zio dengan semangat.

Birendra yang tidak tidur justru menatap intens kedua saudaranya itu. Bolehkan dia egois dan ingin kakaknya kembali seperti dulu sebelum Zio hadir kembali? Ah, itu hanya wacana belaka. Tak 'kan pernah terjadi.

"Mas, nanti kalau ayah sama mama pulang bantu Bi jelasin sama ayah. Bi ingin kost di dekat sekolah. Dengan begitu Bi nggak terlalu capek di jalan."

"Ayah itu sudah nawarin kamu berkali-kali supaya kamu nggak usah capek dan berujung sakit seperti ini, tapi kamu bebal! Nggak bisa diomongi. Apa sih yang kamu cari?"

Lihat selengkapnya