Ada hal yang paling berharga dalam hidup ini.
Yang tak bisa terganti walau telah pergi
Yang tak bisa terlupakan walau telah pergi.
Yang tak bisa terhapus walau telah pergi.
Mereka adalah keluarga.
(Birendra Sadhana)
🍁🍁🍁
Kamar dengan pintu bercat biru itu terbuka. Pemilik kamar sedang bersantai menatap langit malam dari teras kamarnya dengan semilir angin berembus. Tak berapa lama, sebuah mobil memasuki pelataran tempat kost yang cukup lebar.
Itu sepupu Birendra, Fabrizio Fauzan. Laki-laki itu datang membawa kresek putih yang kemudian disodorkan langsung pada penunggu kamar kost dengan pintu bercat biru.
"Apaan, nih?" tanya Birendra pada sepupunya.
"Itu yang di atas buat makan malam, yang bawahnya buat sarapan besok. Mama Ajeng yang bikin sendiri."
"Thanks, Zi!"
"Lo nggak mau balik, Bi? Balik aja deh, nggak enak kalo lo nggak di rumah. Gue yang sungkan. Masa iya yang punya rumah malah nge-kost. Aturan kan gue aja yang kost, bukan lo!"
Birendra hanya menggeleng dan tersenyum pada Zio. "Biarin gue belajar hidup mandiri, Zi. Dah malem, balik gih! Titip mama sama ayah, jagain mereka selama gue nggak di sana."
"Kalo kita bisa jagain rame-rame kenapa juga harus misah gini, Bi? Jujur aja berasa nyessek di gue lah. Gue yang numpang malah lo yang terasing. Gimana sih?"
"Tumben pemikiran lo panjang gitu?"
"Aa elah, Bi! Balik ae hayuk! Biar gue yang bilang sama Papa Yudis."
"Pulang, Zi! Ntar mama malah nyariin, dikira lo belum nyampe sini."
"Hah, batu banget sih, Bi! Balik gue! Besok gue ke sini lagi, awas kalo lo ngusir gue!"
🍁🍁🍁
Sekeras-kerasnya hati orang tua tak lantas lupa akan tanggung jawab pada anaknya. Terlepas mereka sudah dewasa bahkan sudah menikah sekalipun, anak tetaplah anak.
Bukan berniat untuk memanjakannya, tetapi memang begitu adanya. Mereka masih menganggap buah hatinya ini seperti bocah usia di bawah sepuluh tahun yang butuh penjagaan.