Aku memiliki segalanya?
Ah, bahkan apa yang aku miliki sekarang bukan sepenuhnya milikku
Semua yang aku dapat dan aku punya hanyalah titipan.
Bahkan jiwa yang bersemayam di ragaku ini hanyalah sementara.
Jika Sang Pemilik sudah berkendak untuk mengambilnya, maka berakhirlah.
Ragaku tak 'kan berjiwa lagi.
(Birendra Sadhana)
🍁🍁🍁
Kejadiannya begitu cepat. Birendra yang baru saja keluar dari halaman rumah Radit berhenti sejenak untuk memastikan keadaan aman sebelum dia membelokkan motornya ke arah kiri.
Birendra adalah orang yang sangat berhati-hati dalam berkendara. Selalu memastikan semuanya aman dan terkendali baru dia melanjutkan perjalanannya.
Belum lima meter dia berjalan di lajur kiri, tiba-tiba sebuah mobil yang berada di jalur berlawanan masuk ke jalur yang dilaluinya. Birendra ingin menghindar, nahas moncong mobil tersebut terlebih dahulu menyapanya.
Pikirannya sudah melayang jauh. Memikirkan kematian yang ternyata teramat dekat dengannya. Dia hanya menyebut nama Tuhannya sesaat sebelum tubuhnya menyambut benturan keras.
Tubuhnya terpental dan berguling beberapa kali diaspal hingga dia telentang dan menatap gelapnya langit. Lelaki itu masih sadar dengan situasi di sekitarnya. Beberapa kali dia mengerjapkan mata untuk menghalau pening.
Dia coba menggerakkan tangan dan kakinya, tetapi tak bergerak. Birendra memutar kepalanya, menatap mobil yang berhenti saat menabrak tiang listrik di sebelah pagar rumah abangnya. Motor peniggalan kakeknya remuk tak berbentuk tergencet dibawah mobil berwarna silver.
🍁🍁🍁
Orang-orang yang berkerumun hanya mampu menatap iba kepada Birendra. Jaket yang dikenakannya robek di beberapa sisi. Celananya pun koyak hingga menampilkan beberapa luka lecet.
Radit yang berhasil menyibak kerumunan lantas bersimpuh di sebelah Birendra. Dia juga meminta orang-orang untuk memberikan jarak supaya tak terlalu sesak. Di tatapnya sang adik yang masih membuka mata dengan pandangan kosong.
"Bi, hey, lihat abang!" Radit berusaha menarik perhatian Birendra yang menatap langit gelap penuh bintang.
Pemilik manik coklat itu berusaha mendapatkan kekuatannya kembali. Birendra menoleh kepada arah suara yang memanggilnya. "A-abang, a-abang, sakit!" rintihnya pelan.
"Mana yang sakit, hm? Abang lihat dulu ya?"
Radit melakukan prosedur pertolongan pertama. Memastikan adiknya itu masih dalam keadaan sadar dan bernapas dengan benar. Dia melihat napas Birendra agak tersengal. Radit lalu menaikkan dagu sang adik untuk melancarkan pernapasannya.
Diperiksanya seluruh tubuh sang adik dengan seksama, luka lecet bertebaran, pelipisnya sobek tergores kaca helm yang dikenakannya. Satu hal yang perlu disyukuri, Radit tidak mendapati fraktur terbuka maupun tertutup di tubuh sang adik.
Atensinya teralihkan saat sang adik itu mengerang hebat dan meraba perutnya.
"Arrgh ..., s-ssakitt, Bang! Sakit!"