Jatuh sakit adalah salah satu fase kehidupan.
Semua orang akan jatuh sakit dan semua juga akan meninggal.
Jadi, jatuh sakit ini merupakan bagian dari hidup.
Mari melewatinya dari demi hari, dan jangan lagi ada khawatir
(Gong Ma Sung - Devilish Charm)
🍁🍁🍁
Sudah sejak semalam Ganesh menunggui adiknya. Meski dokter mengatakan bahwa adiknya sedang tertidur, dia tetap tak beranjak dari sisi ranjang tempat Birendra berbaring.
Setelah tiga jam masa observasi, Birendra sempat sadar dan masih seperti orang linglung karena efek bius yang belum sepenuhnya hilang. Selanjutnya dia dipindahkan ke kamar tempat keluarganya biasa dirawat.
Yudis, Ajeng dan Zio kembali ke rumah atas permintaan Ganesh. Menurutnya, sang adik akan lama dirawat di rumah sakit, ada baiknya untuk bergantian berjaga.
Ganesh menggenggam erat tangan kurus milik Birendra. Setelah solat Subuh, matanya semakin berat untuk dibuka. Sulung Keluarga Wardhana itu memilih untuk merebahkan kepalanya di sisi tangan sang adik.
Setelah mendapat ceramah gratis dari Radit, lelaki itu lebih banyak diam dan merenungi tentang segala perlakuannya pada sang adik.
Awalnya dia menilai tindakannya itu biasa saja, tetapi setelah dia memikirkan dampak pada adiknya, ada rasa sesak yang menyelimuti hatinya.
Bolehkah dia menangis? Sesaknya ini menyiksa batinnya. Sebentar, hanya sebentar saja dia mengingat semua perkataan yang terlontar dari mulutnya sendiri. Namun sesaknya sudah tak terkira seperti ini.
Jika luka yang ada itu terlihat, kita bisa segera mengobati, tetapi jika luka itu karena perkataan, bagaimana akan mengobati? Letaknya saja tak tahu, dalamnya luka pun tidak kita ketahui.
🍁🍁🍁
Mata yang terpejam kembali sejak masa observasi perlahan bergerak. Mengerjap beberapa kali hingga mata dengan iris cokelat itu terbuka sepenuhnya.
Tangan kanannya yang terbebas dari infus itu terasa berat. Dilihatnya sosok lelaki yang belakangan ini sangat dia rindukan. Upayanya meloloskan tangannya itu justru membuat sang kakak menggeliat dan menegakkan tubuhnya tiba-tiba ketika mendapati Birendra sudah membuka mata.
"B-Bi ..., sudah bangun? Ada yang sakit? Mas Ganesh panggil dokter dulu."
Dengan cepat tangan Birendra menggenggam tangan sang kakak. Si bungsu itu kemudian menggeleng. "Jangan pergi! Di sini saja, Mas."
Ganesh mengurungkan niatnya untuk memanggil dokter, padahal jika dia sadar, ada tombol yang bisa dia tekan untuk memanggil dokter tanpa harus meninggalkan sang adik.
Dia kembali duduk disamping adiknya, menggenggam kembali tangan Birendra sembari menelisik wajahnya tanpa ada yang terlewatkan. Wajah adiknya itu masih saja tampan meski beberapa goresan tertoreh di sana.
Desisan terdengar kala Birendra mencoba untuk mendudukkan dirinya.
"Jangan banyak gerak, luka operasinya masih basah, berbaring saja!"