Adel membuka lacinya dan mengambil sebuah amplop dengan beberapa lembar kertas yang membuatnya berubah dengan banyak tanda tanya.
"Del," panggil Arlan dengan wajah berbeda.
"Iya Lan?" tanya Adel.
"Masih lama makan es krimnya?" tanyanya.
"Mau pulang sekarang?"
Arlan menggeleng. "Enggak."
"Terus?"
Arlan memberikan sebuah amplop padanya.
"Ini kamu baca," tutahnya.
"Ini apa?" tanya Adel.
"Jawaban dari segala pertanyaan kamu," jawab Arlan.
Adel menatap Arlan dengan mengambil amplopnya. Membuka perlahan dan menyimpan es krimnya dan mulai terfokus.
"Aku gak mau sekarang," lirih sedih Arlan.
Adel tersenyum menatap Arlan.
"Kenapa kamu yang sedih? Aku gak papa kok Lan."
"Gak papa kata kamu?"
"Itu bukan hal sepele Adel."
"Aku gak mau kehilangan pacar yang menurut aku sempurna ini," ucapnya.
"Aku ngerti, tapi kita harus berjuang bersama ya," saran Adel.
"Nanti aku akan berusaha belajar di kampus tentang semua itu. Kamu jangan khawatir," ucap Arlan.
Adel mengangguk.
"Ada sesuatu yang ingin kamu sampaikan?" tanya Arlan.
"Sangat ada!"
"Apa?"
"Aku suka Abun," jawab Adel dengan cepat.
"Maksudnya kita putus dan kamu kejar idola kamu itu?" tanya Arlan.
Dengan cepat Adel mengangguk.
Arlan tersenyum. "Terserah kamu."
"Tapi, inget jaga kesehatan."
"Aku bakalan selalu ada di sisi kamu," ucapnya.
"Makasih."
"Sama-sama."
Adel mengusap air matanya yang tak sengaja melintang.
"Gak ada pacar sebaik lo Lan."
"Maaf gue bohongin semuanya."
"Del," panggil Vani.
"Van."
Vani duduk di samping Adel.
"Masih aja suka buka kertas ini."
"Masih belum terima?" tanya Vani.
"Udah."
"Terus kenapa tiba-tiba buka tuh kertas?" tanya Vani.
"Inget perjuangan cinta gue sama Arlan."
"Gue gila ya. Pinter banget acting dan bohongin banyak orang tentang siapa Arlan sebenarnya," tuturnya.
"Mama, papa gak akan lo kasih tahu?" tanya Vani.
"Belum tepat Van."
"Dengan sendirinya mama sama papa tahu."
"Mami lo?" tanyanya.
"Mami lebih baik gak tahu apapun."
"Lusa lo ke rumah mami sama Abun?"
"Tahu dari mana?" tanya Adel.
"Tahu aja."
"Kata mami lo gimana?"
"Gak gimana-mana."
"Ya udah turun yuk," ajaknya.
"Ayo," balasnya.
Menyimpan kertas itu di atas tempat tidurnya.
¶¶¶