Kartu keluarga
No : 1234578999900078
Nama
1. Bukhari mahasin.
2. Faisal Daffa.
3. Satria Dirgantara
4. Laras Ayuningtyas
Jenis kelamin
1. Laki-laki
2. Laki-laki
3. Laki-laki
4. Perempuan
Status
1. Kepala keluarga
2. Anak
3. Anak
4. Anak
Laras suka rumahnya. Alasannya bukan karena rumahnya paling bagus, bukan karena keluarga Laras paling kaya, bukan juga karena papanya yang banyak duit, bukan karena Abangnya yang pengertian dan baik sekali pada Laras. Tapi karena di rumah, Laras merasa paling cantik.
Kadang seorang Laras Ayuningtyas suka kesal kalau di ajak foto dengan teman-teman sekelasnya.
Bukan karena teman-temannya nakal, bukan juga karena teman-temannya tidak suka dia. Tapi karena teman-teman cewek di kelasnya cantik-cantik semua.
Dan setelah di jepret kamera, pakai efek apapun itu. Tetap saja, Laras merasa di sana dia yang paling jelek.
Laras itu cewek pendek, tingginya tidak seberapa. Pipinya juga tembem dan kulitnya hitam, perpaduan yang pas sekali dengan bekas jerawat yang berwarna hitam di pipinya.
Tapi, satu hal yang Laras syukuri. Untung giginya tidak Boneng. Kalau itu terjadi, Laras bisa frustasi membayangkannya. Intinya, lengkaplah sudah penderitaan Laras.
Laras kini berdiri menatap pantulan dirinya di depan cermin.
Laras mendesis kesal saat melihat penampakan wajahnya di kaca yang benar-benar, wah ... Inalillahi wainnailaihi Raji'un sekali.
"Cih, malah penampakan nenek buyut Annabelle yang muncul di kaca."
Dear cewek jelek.
Yang kalau natap kaca suka bilang :
"Ih jerawatan!"
"Kulit gue hitam banget sih."
"Andai hidung gue mancung, pasti gue kelihatan lebih cantik."
"Pipi gue udah kek emak-emak yang baru hamil delapan bulan, kembung abis."
"Andai gue cantik kek Han Soo hee, pasti udah di sangka pelakor."
_____
Pagi yang cerah, Laras terbangun dari semua mimpi indahnya. Mimpi menjadi gadis paling cantik se-Indonesia.
Laras menguap pelan, mengucek matanya beberapa kali.
Hal pertama yang di lakukan Laras di pagi hari bukan mengecek ponselnya, bukan.
Bukan juga, langsung bangun dari tidur terus mandi juga tidak lupa menggosok gigi. Bukan itu.
Tapi hal pertama yang di lakukan Laras setiap pagi sangat sederhana, sesederhana kamu yang tidak berani jujur tentang perasaanmu pada seseorang.
Hal pertama itu adalah meraba-raba sudut bibirnya, merasakan sesuatu yang membekas di sana. Sesuatu yang bermakna air liur yang meleleh di sudut bibir, hingga kemudian di KBBI di beri nama "iler".
"Kalau gue mengungsi di mars, gue ileran nggak ya di sana?" Laras bergumam sendiri.
Drrrtdtrr....
Dering ponselnya berbunyi nyaring, dering yang menandakan ada pesan masuk.
Laras menyibakkan selimutnya, lalu menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Kemudian Laras menjulurkan tangannya ke arah nakas di samping tempat tidur, membuka lacinya lalu mengambil ponselnya di dalam sana.
Laras kini menutup kembali laci. Ia membuka ponselnya, membaca pesan masuk.
Farrel is mine : Pagi sayang.
Farrel is mine : Udah bangun?
Farrel is mine : Sayang bangun?
Farrel is mine : Bangun ih sayang?
Farrel is mine : Sayangggg.
Laras tersenyum membaca pesan yang membuat dia diabetes pagi-pagi seperti ini.
Upss, ada pesan susulan dari dia.
Farrel is mine : Cie, yang bacanya sambil senyam-senyum.
"Ih kok dia tahu sih?" lirih Laras pelan terlihat malu.
Namun, semanis apapun pesan dari Farrel akan tetap kalah manis dengan pesan dari seseorang. Pesan yang jika Laras baca, akan membuat Laras ingin segera membelikan tiket pesawat untuk orang itu agar ia bisa secepatnya mudik ke Pluto SEKARANG JUGA tanpa menunggu besok ataupun tahun depan.
Ndutku : Gue tebak pasti lo sekarang lagi senyam-senyum sendiri baca pesan ucapan selamat pagi dari Farrel kan?
Ndutku : Ingat Ras, nenek buyut Anabelle nggak bisa senyum. Giginya ompong.
_____
Laras dan Siska sedang berjalan beriringan di koridor sekolah. Beberapa menit lagi bel masuk berbunyi.
"Ndut," panggil Laras pelan.
Siska menoleh kesal ke arah Laras. "Mak gue udah capek-capek buang duit buat akikahin gue dan beri nama gue Siska. Sedangkan lo, seenaknya manggil gue Ndut."
"Gue manggil nama itu cuma untuk menyadarkan kalau lo itu gendut."
"Nggak perlu di sadarkan, gue juga udah sadar. Emang gue kesurupan?"
Mendengar ucapan Siska barusan, Laras mendadak berhenti berjalan, menatap Siska dengan tatapan bingung.
Siska juga ikut-ikutan berhenti, dan menatap Laras dengan tatapan yang tak kalah bingung.
"Ya Allah Ndut. Lo kesurupan?" Laras terlihat serius
"Hadeuh!"
Siska cuma mengerling malas. Kegoblokan macam apa ini Tuhan? Sepertinya ini adalah kegoblokan tingkat tinggi dari segala macam kegoblokan.
"Ndut, lo kok diam?" Laras terlihat takut, "lo nggak lagi kesurupan kan?"
Siska menatap Laras tajam.
"Otak lo yang kesurupan!"
Setelah mengatakan kalimat itu, dan dengan penuh kekesalan, Siska segera berjalan lebih dulu. Meninggalkan Laras yang masih bengong di tempat.
Laras menatap punggung Siska yang sudah berjalan beberapa meter menjauhinya.
Laras menggaruk belakang kepalanya yang sama sekali tidak gatal. Ia sedikit bingung.
"Emang otak bisa kesurupan? Kok sepanjang sejarah gue sekolah, gue nggak pernah dengar tuh!"
"Dasar Ndut, teori macam apa itu." cibir Laras pelan.
"NDUT!" Panggil Laras.
Siska berhenti berjalan, lalu menoleh ke belakang.
"KENAPA LAGI SIH?"
"ADA YANG KETINGGALAN!" ujar Laras serius sekali.
"APAAN?"
"OTAK LO."
_____
Suasana kantin SMA negeri 45 sangatlah riuh, dari segala penjuru terdengar tawa para siswa.