Kini aku berdiri di depan bangunan Bandung Elementary Global School, sebuah sekolah yang terlihat tua namun modern. Plang nama sekolah berdiri tegak, mencerminkan perpaduan antara warisan sejarah dan visi masa depan. Aku mengenakan pakaian formal - kemeja putih dan rok hitam selutut - yang mencerminkan profesionalitasku sebagai guru baru.
Dengan langkah mantap, aku memasuki gedung. Aroma kayu tua dan cat baru bercampur di udara, memberikan kesan unik pada bangunan ini. Aku mulai menyisir ruangan satu per satu, mengagumi arsitektur yang memadukan gaya kolonial dengan sentuhan modern. Langkahku terhenti di sebuah ruangan dengan papan bergantung bertuliskan ‘Principal's Office’. Aku mengetuk pintu pelan hingga terdengar suara lembut seorang perempuan dari dalam mempersilakanku masuk.
Di dalam, seorang wanita paruh baya dengan sanggul rapi dan hidung mancung menyambutku dengan senyum ramah, aku tersenyum dan mulai berjalan ke arahnya. Aku menjabat tangannya dengan lembut sembari memperkenalkan diriku.
“Selamat pagi Bu, saya Nayla,” ujarku dengan senyum sumringah.
“Pagi Nayla, nama saya Linka, ibu Abi,” balasnya dengan nada hangat.
Aku dipersilakan duduk di kursi yang tersedia di depannya. Kini kami berhadapan, dan aku bisa merasakan aura kebijaksanaan dari sosoknya.
“Baik Nayla, sebelum itu saya sudah mendengar banyak tentang kamu dari Abi. Sebelumnya saya juga mengucapkan terima kasih karena sudah mau direpotkan oleh Abi,” ujar Bu Linka.
Aku hanya tertawa kecil dan menganggukan kepala. “Saya juga berterimakasih telah diberikan kepercayan untuk mengajar disini, dan Abi juga banyak membantu saya,” jawabku dengan penuh rasa hormat.
Bu Linka tersenyum, lalu memberikan beberapa berkas kepadaku. “Hari ini kamu resmi mengajar di sekolah ini. Silakan ikuti lorong ini, dan di ujungnya adalah ruang guru. Ini adalah kontrak dan jadwal mengajarmu. Pelajari baik-baik, dan jika ada pertanyaan, jangan ragu untuk menghubungi saya.”
“Baik bu, terima kasih. Saya izin pamit,”
Aku menerima berkas tersebut dan berpamitan. Berjalan menyusuri lorong, aku bisa merasakan sejarah sekolah ini dari foto-foto lama yang terpajang di dinding. Namun, di sela-sela itu, ada juga poster-poster motivasi modern yang menghiasi lorong, menciptakan atmosfer unik antara masa lalu dan masa kini.
Hingga sampai di depan ruang guru, aku berhenti sejenak. Menghembuskan napas panjang untuk menetralkan rasa gugup, aku memberanikan diri untuk masuk.