Dear, diary

Liepiscesha
Chapter #6

Chapter 5

Aku tak pernah menyangka bahwa hidupku akan menjadi sesulit ini, tak pernah sepintas pun muncul pikiran aku akan berada di masa seperti ini. Aku tak percaya bahwa kini semua hal menjadi sangat berat untukku, aku tak pernah mengira bahwa akhirnya aku akan ditinggalkan seperti ini. Pertama ayahku, lalu Karel, aku semakin takut kehilangan orang - orang di sekitarku lagi, kini hanya tersisa aku dan ibuku, hanya ibuku lah yang aku miliki saat ini.

Walau sebenarnya aku juga sedih melihat ibu yang tak lagi mempunyai semangat hidupnya, aku berharap aku bisa seperti Karel yang bisa membuat ibu selalu bahagia, tapi nyatanya fakta bahwa aku dan Karel merupakan kembaran tak membuat aku dan Karel sama dimata ibuku. Kami sangat berbeda, keluargaku jauh lebih menyayangi Karel. Dan kini saat Karel sudah tidak ada, dunia ibuku seperti hancur tak ada lagi harapan baginya..

Aku ingin membuat ibuku kembali menjalani hidupnya, makan dengan baik, tidur dengan nyaman, dan memikirkan diriku juga, tidak, sudah cukup jika Ibu bisa kembali memperdulikan dirinya sendiri.

Baru sebulan lebih Sepeninggalan nya Karel tapi ternyata sudah sesulit ini. Seandainya ia masih disini, mungkin semuanya takan seberat sekarang.

Pagi ini masih sama seperti pagi kemarin, mendung dan dingin. Hari minggu yang suram, aku tetap bangun lebih awal dan mempersiapkan banyak hal, mulai dari merapihkan rumah lalu membuat sarapan untuk aku dan ibuku.

Kini kami duduk saling berhadapan, ibu masih tetap sama seperti hari - hari sebelumnya, menyantap makanannya dengan tatapan kosong, setiap hari selalu seperti ini, aku ada di hadapannya tapi ia bahkan tak bicara padaku barang hanya sepatah katapun.

Ia semakin kurus dan wajahnya pucat, terkadang sepulang nya aku dari sekolah aku menemukan ibuku yang tengah duduk di sudut ruangan dengan barang - barang milik Karel. Aku bisa merasakan betapa ia merindukan anak laki-laki nya tersebut. Semenjak kepergian Karel pun ia tak pernah bicara pada siapapun lagi, aku tau ibuku mengalami tekanan yang cukup berat, mantan suaminya pergi dengan membawa semua harta milik keluarga kami, menipu dirinya, hingga akhirnya kami kehilangan semua hal bahkan sampai harus kehilangan Karel.

Terkadang aku juga menyalahkan diriku akan kepergian saudaraku tersebut. Seandainya saat itu aku ada disana mungkin saja aku bisa mencegah kemungkinan Karel terluka dan kehilangan nyawanya.

Semakin dipikirkan, hatiku semakin sakit, dadaku dipenuhi rasa sesak lalu membuatku sulit untuk bernafas.

Aku menatap wanita di hadapanku walau bahkan ia tak lagi menatap kearahku. Banyak yang ingin aku ucapkan padanya, tapi mulutku bahkan tak bisa terbuka, rasanya terlalu berat.

Entah sampai berapa lama lagi kami akan tetap saling diam seperti ini.

Karena bicarapun rasanya akan percuma, ia tak akan mendengarku, aku juga tak bisa menghibur ataupun menyembuhkan lukanya, aku hanya tak tahu bagaimana caranya.

Hari terasa begitu panjang, seharian aku hanya diam di rumah, menyelesaikan beberapa pekerjaan rumah, membuat makanan, lalu kembali ke kamar dan merenung. Aku tak tahu apa yang aku lakukan saat ini, rasanya begitu hampa, namun terkadang terasa begitu melelahkan.

Banyak yang harus aku lakukan tapi aku tak tahu harus mulai darimana dan harus bagaimana. Pertama aku harus memikirkan cara agar aku bisa mendapatkan penghasilan, aku harus membayar biaya sekolah, biaya sehari - hari, dan belum lagi aku harus membawa ibuku ke rumah sakit, aku semakin khawatir akan keadaannya.

Malam nya aku pergi ke minimarket dekat rumah untuk membeli minuman lalu pergi ke taman untuk menyegarkan pikiranku.

Kini aku duduk di bangku taman dengan sekaleng soda di tanganku. Sesekali aku menghelah nafas berat, menatap sekelilingku dan mulai berpikir. Aku masih 16 tahun, bagaimana caranya agar aku bisa mendapatkan uang, hanya hal itu yang terus terlintas di pikiranku.

Lihat selengkapnya