Minggu pagi seperti biasanya aku membersihkan rumah bersama Ibuku. Aku tak tega melihat Ibu memasuki kamar Karel, karena itu selalu hanya aku yang membersihkan kamar miliknya. Aku membersihkan beberapa debu di kamar tersebut, aku berjalan menuju meja komputer Karel, seketika aku melihat keyboard komputer yang biasa ia gunakan untuk bermain game lalu aku kembali teringat dirinya, aku kembali melihat- lihat rak yang di penuhi buku - buku, walau terlihat seperti anak yang selalu sesuka nya namun Karel cukup rajin dan cerdas. Ia selalu menjadi juara kelas di sekolah, ia juga gemar mengoleksi piagam dan sertifikat dari beberapa kompetisi dan kegiatan yang bermacam-macam. Karel selalu memiliki banyak hobi baru setiap saatnya dan dengan keadaan tersebut ia mencoba melakukan hal-hal baru untuk menguji seberapa jauh ia paham dalam hal yang ia lakukan.
Aku seharusnya belajar banyak darinya, ku harap aku juga bisa melakukan sesuatu dengan baik. Lagipula aku bukan lagi Mikaela yang mudah menyerah dengan keadaan seperti dulu, aku akan berusaha sebaik mungkin untuk bisa kembali memperbaiki kehidupan ku dan Ibu.
Pertama-tama aku akan mulai belajar dengan baik, jika itu sulit maka aku akan mencari hal lain yang bisa ku lakukan.
"Fighting!" gumamku sembari mengepalkan tanganku, mencoba menyemangati diriku sendiri.
Selesai membersihkan seisi rumah, Ibu kembali dari toko roti milik keluarga Arlen. Sejak pertama kali, ibu langsung jatuh cinta dengan roti dari toko tersebut.
Aku dan Ibu duduk di meja makan dan menyantap roti yang ibu beli.
"Oiya Mika, besok kamu bisa ya tolong ke bagian administrasi untuk bayar biaya sekolah kamu. Kartu mama udah gabisa di pakai, jadi mama rencana baru lusa mau buat rekening " ucap Ibu.
Aku terdiam sejenak, merasa tak enak hati untuk menerima uang dari Ibu.
"Oh..., Kebetulan seminggu ini administrasi tutup mah, jadi uangnya mama pake untuk keperluan lain dulu aja" ucapku.
Ibu ku tersenyum lembut mendengar ucapan ku barusan.
"Kamu gaperlu bohong sama mama, kamu bayar dulu sekolah kamu. Kan mama udah bilang, kamu jangan khawatirin apapun, kamu denger mama kan Mika?" Ujar Ibu.
Aku kembali merasa bersalah karena telah membohongi Ibu, aku tak bermaksud untuk melukai perasaan Ibu sedikit pun walau kini aku tahu tak seharusnya aku mengatakan kebohongan tersebut.
"Oh iya Sayang, kamu lagi ada masalah sama Yian? Tadi mama liat dia ada di depan rumah, tapi setelah itu langsung pergi padahal mama mau ajak dia makan sama-sama" ucap Ibu.
" Dia di depan rumah mah? Kok dia ga pencet bel" gumamku.
"Coba kamu hubungi,mungkin ada yang mau di sampaikan".
Setelah memikirkan ucapan Ibu barusan akhirnya aku memberanikan diri untuk lebih dulu menghubungi Yian, aku pun merasa tak nyaman terus bersikap dingin dan mengabaikannya seperti ini.
"Mika?" tanya Yian dari balik telpon.
"Hi, sorry gue telpon malem-malem gini" ucapku.