Dear, diary

Liepiscesha
Chapter #39

Chapter 38

Minggu pagi aku keluar rumah saat matahari masih belum muncul, aku berlari di pinggiran danau di taman dekat rumah. Menghirup udara segar mungkin bisa membantu menenangkan pikiranku, sejenak aku duduk di pinggir danau dan menikmati udara segar dari pagi hari yang dingin.

Mengingat semua kenangan kami selama 2 tahun terakhir membuatku tak bisa membenci perlakuan Irene padaku. Tapi memang ada sedikit rasa kecewa dan sedih atas apa yang terjadi saat ini, aku tak pernah menyangka sikapnya akan begitu menyakitkan seperti ini.

Tidak, memang apa sulitnya mengatakan kesalahanku kenapa mereka harus menjauhiku seperti ini. Apa mereka sama sekali tak merindukanku seperti aku merindukan mereka, kesalahan seperti apa yang aku perbuat sampai mereka bisa melakukan hal ini padaku.

Aku pulang dengan pemikiran yang masih sama, pagi itu ibu masih terlelap. Akhir – akhir ini ibu lebih sering keluar rumah dan melakukan sesuatu, aku tak pernah bertanya apa yang ia lakukan. Namun setiap pulang ia selalu tampak lelah, atau mungkinkah ibu melakukan pekerjaan yang amat melelahkan.

Aku menatap wajah ibu yang tengah tertidur, ia masih cantik seperti dulu aku tak mengerti mengapa ayah ataupun pria jahat itu tega meninggalkan Ibu dengan penuh penderitaan. Wanita seperti Ibu seharusnya pantas mendapatkan banyak cinta dan kebahagiaan, tapi apa yang membuat Ibu harus menjalani kehidupan yang berat seperti ini.

Dari apa yang kuketahui, Ibu hanya memiliki satu saudara perempuan yaitu tante Selena. Namun kedua orangtua mereka sejak awal hanya menginginkan seorang putra yang bisa melanjutkan karir keluarga mereka, ayah ibu selalu bersikap dingin kepada ibu dan tante Selena, karena itulah ibu sangat senang sangat melahirkan Karel sebagai putranya, sehingga dia bisa membanggakan Karel di depan kedua orangtuanya. Hal itu yang menyebabkan mereka sangat menyayangi Karel, ibu terlalu terobsesi untuk membuat kedua orangtuanya mengakui Ibu sebagai seseorang yang bisa diandalkan di keluarga mereka. Kupikir itu juga menjadi salah satu alasan mengapa ayah pergi meninggalkan kami.

Melihat hal tersebut membuat tante Selena terlalu muak untuk menikah, ia takut nantinya ia tak bisa memberikan seorang cucu laki-laki dan justru tak dianggap oleh kedua orangtuanya. Sebagai gantinya tante Selena belajar mati-matian dan dengan kerja kerasnya sejak kecil ia bisa meraih impiannya dan bekerja di bidang yang ia dambakan, lalu pergi tinggal sendirian di luar negeri.

Aku mengerti mengapa Ibu memutuskan hubungan dengan keluarganya, selama ini Ibu bersembunyi dan kabur dari jangkauan keluarganya. Dengan kejadian yang menimpa Karel ibu semakin tertekan dan di penuhi rasa kecewa. Ia kehilangan segala miliknya saat itu. Tak ada harapan untuk kembali lagi pada keluarganya, itu yang Ibu pikirkan.

Menjalani hidup seperti ini setiap harinya pasti terasa seperti hukuman baginya, Ibu sendirian memenanggung semua deritanya.

Melihatnya tersenyum kepadaku masih terasa menyakitkan bagiku, aku tak pernah tahu apa yang ada di pikiran ataupun benak Ibu. Apa benar Ibu benar-benar sudah baik-baik saja dan menerima semuanya. Karena kini rencananya telah hancur, tak ada lagi seorang putra yang bisa ia banggakan kepada keluarganya.

Aku berharap aku bisa menjadikan Ibu seseorang yang hebat tanpa harus memenuhi standar yang keluarganya buat.

Benar bukan saatnya bagiku untuk memikirkan percintaan, harusnya aku sadar atas apa yang sedang terjadi saat ini. Aku harus melupakan perasaanku pada Yian dan memperbaiki hubunganku dengan teman-temanku, aku harus bersekolah dengan baik lalu mendapatkan pekerjaan yang bagus untuk masa depanku dan Ibu.

Setelah beberapa hari aku berusaha untuk berbaikan dengan Irene dan Sophia, tentu saja aku bisa menghampiri keduanya terlebih dahulu, tak peduli seperti apa mereka akan mengabaikan dan menolakku aku akan tetap mendekati keduanya.

Sedari keluar dari kelas aku terus menempel di belakang Irene, sesekali Irene menoleh dan menunjukkan bahwa ia merasa risih atas sikapku. Aku hanya memberinya senyuman polos lalu kembali berjalan menempel padanya.

“Ngapain sih lo?” ucapnya dengan nada tinggi.

Aku melepas cardigan sekolahku dan mengaitkannya di pinggang Irene berusaha menutupi bagian belakang tubuhnya.

“Blood, too much” bisikku.

Irene nampak terkejut lalu ia melepas cardigan di pinggannya dan membiarkannya jatuh ke lantai begitu saja, ia segera lari menuju toilet di depan lorong. Aku menatap cardiganku yang sudah jatuh ke lantai lalu dengan senyuman santai memungutnya kembali.

Karena sudah terlanjur kotor aku tak memakai cardigan tersebut kembali, aku pergi menuju toilet untuk menghampiri Irene. Aku mengetuk kabin toiletnya dan meletakkan sebuah pembalut wanita lalu pergi meninggalkan toilet menuju kantin.

Aku dengan nampan makanan di tanganku berdiri di tengah kantin mencari tempat duduk, seketika itu aku segera melihat Sophia bersama teman-teman perempuan lainnya. Aku dengan ceria berjalan menghampiri mereka.

“hai” sapaku sebelum duduk di depan hadapan Sophia.

Mereka hanya menatapku dengan heran, lalu aku dengan ceria menyantap makan siangku.

“Ngapain lo?” Tanya Sophia dengan wajah yang nampak risih dan kebingungan.

Lihat selengkapnya