Pagi ini Yian kembali berdiri di depan rumah, kami saling menatap dengan wajah sendu. Aku berjalan kearahnya dan menatapnya serius.
“Sebenernya kenapa?” tanyaku.
Yian hanya terdiam dengan perasaan menyesal. Pagi itu kami tak pergi ke sekolah melainkan pergi ke tempat yang jauh dari sekolah, aku dan Yian pergi ke pantai yang jaraknya cukup jauh dari tempat tinggal kami.
Aku dan Yian berjalan di pinggir pantai, angin pantai pagi itu cukup dingin, kami berhenti dan saling berhadapan.
“Sebenernya Irene suka sama lo, udah dari lama dia minta tolong biar gue sama sophia bantu dia deket sama lo, tapi gue justru malah nutupin fakta kalo kita saling kenal. Pasti semuanya berawal dari itu, harusnya gue kenalin kalian berdua waktu itu dengan gitu kejadian ini gak akan terjadi” sesalku.
“Gak, bukan salah lu. Semuanya terjadi bukan karena lu” bantahnya.
“Kalian…beneran pacaran?” tanyaku gugup.
“Engga Mika, kenapa lu mikir gitu”.
“Gak? Terus semua ini apa?” tanyaku bingung.
“Gua gak bisa jelasin semuanya sekarang, tapi yang harus lu tau semua ini bukan karena salah lu. Tunggu sebentar lagi semuanya bakal baik-baik aja”,
“Kalo gitu, kita gak perlu ketemu lagi, jangan dateng ke depan rumah gue, jangan jalan ke sekolah bareng gue, lewatin gue kalo kita ketemu, kalo perlu lupain semua yang udah terjadi, meskipun gue berterima kasih atas semua yang udah lu lakuin buat gue dan keluarga gue. Gue harap lo ngerti” ucapku.
Kami saling menatap satu sama lain, mata Yian berkaca seolah memintaku untuk tak melakukan hal itu. Namun aku harus berpura-pura tegas meski hal itu membuat hatiku sakit.
“Mika tolong jangan kayak gini” pintanya.
Aku menatapnya dengan dingin dan berbalik melangkah meninggalkannya. Aku terpaksa harus melakukan ini demi hubunganku dengan Irene dan Sophia, meski sangat menyakitkan aku pasti bisa melupakannya.
Kini aku berjalan lebih jauh darinya dan aku harap Yian juga akan melakukan hal yang sama sehingga aku tak lagi bisa berlari kearahnya.
Aku berjalan kemanapun langkah kaki membawaku pergi, kini aku tak tahu dimana aku berada, mungkin sudah lebih jauh dari rumah. Aku berdiri di depan toko buku yang tampak antik, di dalam ada sepasang suami istri yang sudah lanjut usia duduk sambil berpegangan tangan menatap keluar jalanan.
Mata kami bertemu lalu aku memutuskan untuk masuk ke dalam toko tersebut. Aku menyapa keduanya dengan sopan dibalas dengan senyuman keduanya yang tampak ramah.
“Gadis cantik datang ke toko buku tua seperti ini, hal yang baru bukan?” ucap sang kakek kepada istrinya.
Sang nenek menatapku dengan tatapan mencurigai, ia tersenyum tipis dan merangkulku dengan hangat.
“Kamu kabur dari sekolah?” tanyanya berbisik.
Aku menatapnya terkejut dan memberikan senyum canggung.
“Kalau begitu bukan datang karena ingin membeli buku?” tanya sang kakek.