Dear, diary

Liepiscesha
Chapter #44

Chapter 43

Hujan mulai mereda selama aku dan Elthan berbincang di dalam mobil, mengejutkannya Elthan sendiri tak mengetahui masa lalu Nana, keluarganya. Aku penasaran mengapa Nono justru menceritakan kisah tersebut kepada orang asing sepertiku, firasatku pertemuan tadi bukanlah untuk yang terakhir kalinya, sepertinya cepat atau lambat aku akan bertemu kembali dengan keduanya.

“Aku lari kesana buat cari payung ya, kamu tunggu dulu disini” ucap Elthan.

“Hah? Kenapa susah-susah, kan bisa bareng” ujarku lalu melepas seatbelt.

“Ujan nanti seragam kamu basah” cemas Elthan.

Aku menggeleng pelan lalu keluar dari mobil diikuti oleh Elthan, ia memutari mobil berlari kearahku mencoba melindungi kepalaku dari rintikan hujan dengan tangannya. Aku tersenyum kearahnya lalu kami berlari menuju tempat makan yang jaraknya hanya beberapa langkah.

Kami menyantap hidangan laut yang tampak menggiurkan, tanpa berlama-lama kami segera melahap semuanya. Ternyata selera kami tak jauh berbeda, Elthan adalah teman yang sangat menyenangkan, semua percakapan terasa nyaman dan menarik lagipula kami hanya terpaut 3 tahun perbedaan usia.

Hari semakin sore membuat kami harus segera kembali ke rumah, kami berjalan menuju mobil sembari bercakap dan bergurau, lalu dari jarak 5 langkah Yian berdiri di hadapan kami membuatku begitu terkejut.

Yian menatap Elthan dengan tatapan tajam, ia nampak tak begitu menyukai laki-laki di sampingku tersebut.

“Yian? K-kok lo ada disini?”,

Yian terbatuk pelan, aku mendekatinya dan menyentuh seragamnya yang ternyata basah kuyup. Elthan menatap bingung kearah kami, aku merasa hilang muka di hadapannya baru saja aku berbohong padanya mengatakan aku datang kesini sendirian.

“Mending masuk dulu kedalem mobil, hujannya masih belum reda kan” ucap Elthan.

Lalu Yian menarik lenganku pelan membuatku mendekat kearahnya.

“Gak usah, lu pergi aja” ujar Yian dingin.

“Mika?” panggil Elthan menanyai keputusanku.

“Gue sih bareng kak El, kalo lo mau pulang sendiri yaudah sana, ayo kak” ujarku.

Aku dan Elthan hendak masuk kedapan mobil lalu Yian menyentuh lenganku dengan wajah murung. Akhirnya kami bertiga pulang bersama, keadaan menjadi sunyi dan tak nyaman.

“Rumah kamu dimana?” tanya Elthan saat kami sudah hampir sampai.

“Di depan, kak El lurus aja” ucapku.

“Oke” balasnya.

kami sampai di depan rumahku.

“Maaf ya kak jadi ngerepotin” sesalku.

“Engga kok, berkat kamu aku jadi ngunjungin keluarga” ucapnya.

“Makasih juga buat hari ini” ucapku lagi.

Elthan tersenyum membalas perkataanku, Yian turun tanpa sepatah katapun, jangankan ucapan terima kasih ia bahkan membanting pintu mobil dengan keras membuat elthan tampak cemas dengan keadaan mobilnya.

“Haha, sorry” ucapku canggung mewakili perbuatan Yian.

“Oke, see you” balasnya.

“Hati-hati kak, dahh” ucapku lalu keluar dari mobilnya.

Setelah mobil Elthan mulai melaju aku segera menatap Yian dengan serius. Aku kesal dengan sikapnya yang dingin kepada Elthan seperti barusan.

“Kok lo kasar banget sih sama kak Elthan” tegurku.

“Kok lu bisa sama orang asing? Lu gatau bahaya apa yang bisa dia sebabin?” omelnya tak jelas.

Aku mengernyit mengetahui pemikirannya.

“Orang asing apanya” gumamku pelan.

“Lagian lo ngapain masih ada disana? Harusnya kan lo udah pulang dari pagi” ujarku.

Yian menunduk dengan wajah murungnya, sebenarnya sejak pagi ia mengikutiku sampai ke toko buku, lalu naik taksi mengikuti mobil Elthan ke tempat kami bertemu kembali.

Aku mengamati Yian yang hanya terdiam tanpa menjawab omelanku. Wajahnya semakin pucat, tubuhnya tampak gemetar kedinginan. Aku mendekat menuju kearahnya lalu memeriksa suhu tubuhnya yang kini sudah terasa sangat panas, dia pasti demam karena berdiri di tengah hujan mengikutiku seharian ini.

“Ihs… bodoh” umpatku kesal.

Aku segera manariknya masuk ke dalam rumah, lalu Ibu menyambutku di depan pintu dengan wajah cemas, ia memegangi ponselnya dengan gugup.

“Mika pulang” ucapku.

“Oh Mika, kamu udah pulang, Yian kenapa?” tanya Ibu melihat Yian yang hanya berdiri di sampingku.

“Kayaknya sakit mah, badannya panas banget” ucapku cemas.

“Yaampun, kamu bawa kedalam biar mama buatin yang hangat” ucap Ibu yang nampak khawatir.

Lihat selengkapnya