Dear, diary

Liepiscesha
Chapter #50

Chapter 49

Malam itu aku pun menceritakan semua yang telah terjadi selama 7 sampai 9 tahun terakhir pada Yian. Tentang bagaimana Ayahku yang pergi meninggalkan kami, tentang bagaimana Ibu bisa menikah dengan pria jahat tersebut, bagaimana Karel meninggal, bagaimana aku bisa berteman dengan Irene dan Sophia. Aku tak melewatkan satu hal pun pada Yian, aku menceritakan semua yang telah terjadi.

Yian selalu menjadi pendengar yang baik, tanpa pernah memutus ucapanku ia selalu dengan sabar dan tenang mendengarku sampai selesai berbicara. Meski begitu aku tahu dari raut wajahnya, gerak gerik tubuhnya bahwa ia ikut merasakan setiap perasaan yang aku sampaikan dalam ceritaku.

“Kayaknya gak bakal bisa selesai malam ini kalo gue cerita lebih panjang lagi” ujarku.

“Pasti sulit banget buat lu” ucapnya dengan suara berat.

“Ehm” balasku dengan dehaman, menahan rasa sakit di hatiku dengan mata berkaca aku menatap lurus ke wajahnya.

Kupikir aku akan baik-baik saja setelah selama ini berusaha tegar, tapi begitu menceritakan semuanya pada Yian aku bahkan tak bisa menahan kesedihanku. Meski begitu aku berhasil mengatakan semuanya pada Yian.

“Pasti lo juga susah selama ini, gue ngerasa bersalah karena lo harus dengerin cerita gue padahal lo juga gak baik-baik aja” sesalku.

Yian tercengang begitu aku mengatakan hal tersebut padanya, membuatku kebingungan melihat mata sendunya yang baru pertama kali aku lihat.

Ia mulai menyeringai dan tersenyum tipis.

“Lu orang pertama yang bilang gitu ke gua, makasih” ucapnya.

Apakah selama ini tak ada satupun yang menyadari kesedihannya, sebenarnya bagaimana dia hidup selama ini. Kenapa Yian selalu baik padaku, kenapa dia selalu menjadi sosok yang ramah pada orang lain, dia nampak sangat bahagia dan sempurna di mata kami semua orang. Aku baru menyadari Yian jauh dari semua perkiraan tersebut, aku bisa merasakan bahwa selama ini dia kesulitan dan kesepian. Seberapa banyak orang-orang yang juga kesulitan di balik semua ini, kami semua selalu nampak baik-baik saja dan ceria, kenapa kami harus saling menyembunyikan rasa sakit pada satu sama lain. Rasanya menyesakan.

aku berjalan mengantar Yian pulang ke rumahnya, aku tak pernah menyangka ternyata orang yang selalu berada di sisiku selama ini adalah sahabat kecilku. Bagaimana bisa aku bahkan tak mengenalinya, padahal dia sudah begitu jelas dalam memberikan petunjuk.

Kembali ke saat Sophia dan Leo menyadari satu sama lain bahwa mereka telah bersahabat sejak kecil membuatku mengerti mengapa Yian bersikap murung saat itu, pasti Yian merasa kecewa dan sedih karena aku juga tak menyadari dirinya sama seperti Sophia yang tidak menyadari Leo sebagai sahabat kecilnya.

“Lu masih nulis di buku diary?” tanyanya.

“Iya masih, jadi lo masih inget” jawabku.

“Lu tau kalo Irene juga punya buku diary yang sama kayak punya lu?”

“Ah itu, sebenernya itu punya gue” jawabku.

Lihat selengkapnya