Sore itu selama perjalanan pulang di dalam bus aku merenung sembari menatap keluar jendela. Yian dan Arlen duduk di bangku paling belakang, aku begitu malu sampai-sampai tak tahu harus bagaimana, aku berusaha menahan air mataku. Aku ingin melupakan apa yang terjadi hari ini tapi rasanya begitu menyakitkan sehingga aku tak tahu harus bereaksi seperti apa.
Begitu turun dari bus mereka masih mengikutiku dari belakang, sikap keduanya membuatku begitu kesal. Kemudian Arlen menarikku ke jalan yang berlawanan dengan arah rumahku.
“Gue bisa sendiri! Berhenti ikutin gue! Gue mau sendirian!” teriakku.
Aku menepis genggaman Arlen dan berjalan meninggalkan keduanya, namun kemudian Yian menarikku kembali ke arah yang di tunjukkan oleh Arlen. Akhirnya kami tiba di sebuah rumah yang begitu "Aku sadar amarah tak berdasar hamegah dan mewah, aku terkejut begitu mengetahui bahwa Arlen lebih kaya dari yang aku kira.
“Terus ngapain kita ke sini? Udah ah gue mau pulang” gerutuku.
“Yaudah sana pulang” balas Arlen.
“Yaudah emang gue mau pulang” ujarku.
“Lu mau keluarga lu liat lu pulang dengan kondisi yang kayak gitu?” tanya Yian.
Aku menghentikan langkahku, benar, aku hampir lupa jika di rumah ada Ibu dan tante Selena. Mereka pasti sedih jika melihat keadaanku yang berantakan seperti saat ini.
Aku berada dalam keadaan canggung saat ini, seorang wanita duduk di hadapanku. Beliau mengobati luka-lukaku dengan tenang.
“Maaf tante, jadi ngerepotin” sesalku.
“Gimana bisa tante ngebiarin anak perempuan luka kayak gini, sakit?” tanyanya sembari mengobati luka di lengan dan leherku.
Beliau adalah tante Hana, Ibu kandung Arlen. Ini pertama kalinya aku bertemu dengan dirinya, aku tak menyangka seorang Arlen yang memiliki sifat kekanak-kanakan justru memiliki seorang Ibu yang terlihat begitu anggun dan berwibawa.
“Tenang aja, tante gak akan nanya apapun. Tapi kalau kamu mau cerita tante mau dengerin kok” ungkapnya.
Aku tersenyum mendengar perkataannya, tante Hana pasti orang yang amat baik hati. Sama seperti kepada Nana Roselie, kali ini aku juga menceritakan apa yang terjadi hari ini pada tante Hana. Aku melakukan hal tersebut dengan tujuan agar tante Hana tak salah paham dengan apa yang terjadi. Begitu mendengar ceritaku, ia langsung memelukku hangat dan mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja selama aku menjadi orang yang baik.
Tante Hana juga meminjamiku pakaiannya saat ia muda dahulu, aku merasa bersalah karena terus merepotkan dirinya. Sebelum pulang, tante Hana juga meminta aku dan Yian untuk makan malam bersama dirinya dan Arlen.
“Tante baru tahu kalau Arlen punya dua temen yang baik kayak Mika dan Yian, kenapa baru datang sekarang?” tanya tante Hana.
“Maaf tante, tapi saya bukan temennya Arlen, saya temennya Mika” ucap Yian menyangkal ucapan tante Hana.
“Oh gitu” respon tante Hana di ikuti tawa kecil.
“Terus ngapain lu makan di sini?” tanya Arlen.
“Kan tante Hana yang ngajak, tadi juga gua mau pulang” jawabnya lagi.
“Gapapa dong, karena sekarang tante udah tahu kalian berarti kalian bertiga juga bisa temenan baik” ucap tante Hana lagi.
Arlen dan Yian menggeleng pelan tak menyetujui ucapan tante Hana.
“Kamu yakin gapapa pulang kayak gitu?” tanya tante Hana padaku.
“Oh…gapapa kok tante, makasih banyak ya tante” jawabku.
“Gapapa, tante senang ada anak perempuan di rumah ini. Lain kali Mika boleh main lagi ke sini, nanti kita lakuin banyak hal bareng-bareng, pasti seru” seru tante Selena dengan gembira.
Yian nampak murung begitu mendengar ucapan tante Hana padaku.
“Yian juga boleh main lagi ke sini, nanti tante masakain makanan lain yang lebih enak” ucap tante Hana.
Yian menangguk di ikuti senyuman pada tante Hana, setelah selesai makan malam aku dan Yian berpamitan pada tante Hana. Kebetulan sekali di saat itu kak Elthan datang dan menyapaku terlebih dahulu.