Dear, diary

Liepiscesha
Chapter #60

Chapter 59

Aku terbangun dari mimpi menakutkan semalam dan melanjutkan kembali hidupku setidaknya untuk hari ini. Seperti biasa, setelah sarapan bersama ke luargaku aku pergi ke sekolah bersama Yian dan Arlen.

Hari ini saat kelas olahraga anak-anak lain mengerjaiku habis-habisan, aku berkali-kali terjatuh dan terkena lemparan bola.

Aku sungguh berharap sekali saja bola tersebut datang ke arahku.

“Yes!” seruku begitu aku berhasil menangkap bola yang mereka lemparkan.

Aku mengumpulkan tenaga dan bersiap-siap untuk melempar bola tersebut, aku mengarahkan bola di tanganku menuju anak-anak perempuan yang sedari tadi sengaja mengenai bola tersebut kepadaku.

Bola jatuh tepat membentur tubuh Irene, membuatnya merintih kesakitan kesempatan terus datang kepadaku sehingga aku bisa membalaskan lemparan kepada anak-anak lain.

Aku tersenyum puas di saat anak-anak lain justru merasa kesal. Jika mereka bisa melakukan hal tersebut maka aku juga bisa. Aku hanya membalas apa yang mereka berikan padaku.

Aku beristirahat di pinggir lapangan, menyejukan diriku dengan angin yang bertiup sejuk di bawah pohon.

Sembari meluruskan kaki aku memeriksa ponselku, aku sesekali memeriksa kamera pengawas yang terpasang di rumah. Aku sempat heran karena Ibu begitu tenang di ruang tengah, beliau tampak tertunduk diam. Aku segera menelpon Ibuku untuk memastikan bahwa keadaannya baik-baik saja.

Dari balik sana Ibu menjawab panggilanku, dengan suara tenangnya Ibu memintaku untuk memeriksa kamera pengawas.

Sempat bingung namun aku tetap melakukan perintahnya, Ibu berdiri menghadap kamera pengawas dengan kertas berukuran sedang di genggamannya.

Ibu membalik halaman pertama yang bertuliskan “Mikaela, berhenti telepon Mama sepuluh menit sekali”, lalu Ibu kembali membalik halaman kedua, “Semuanya baik-baik aja selama Mika bahagia”, terus berlanjut untuk halaman berikutnya, “Walaupun sekolah terlalu berat bagi Mika, mama harap Mika tetap bersekolah dengan baik”, “Mika boleh istirahat jika terlalu sulit, Mika boleh menangis, Mika boleh merasakan apapun yang Mika ingin rasakan”, “Mama akan selalu di samping Mika, Mika boleh menggenggam tangan mama kapanpun Mika mau”, selesainya.

tanpa sadar aku menemukan diriku menangis, rasanya sesuatu mengenai hatiku tepat pada sasarannya. Setelah itu Ibu kembali membalik halaman dalam kertas tersebut.

“Nanti saat Mika pulang, datang ke depan taman, Mama tunggu Mika di sana. Ayo makan malam sama-sama” tutupnya.

Aku segera menelpon Ibu untuk membalas pesannya.

“Sepulang sekolah Mika langsung ke taman ya mah” ucapku.

“Iya sayang, sampai ketemu nanti ya anak mama” balas Ibu dengan lembut.

Kami mengakhiri panggilan singkat yang manis tersebut, aku terisak dan tak mampu menghentikan tangisku. Aku bukan menangis karena merasa sedih, aku benar-benar menangis karena terharu dan begitu bahagia.

“Mika? Lu kenapa?” tanya Yian, dengan raut wajah cemas.

“Heh! Lu ngapain Mika lagi sampe dia nangis kayak gini?” geram Arlen menuduh Yian.

Lihat selengkapnya