Dear, diary

Liepiscesha
Chapter #61

Chapter 60

Malam itu setelah operasi selesai di lakukan, dokter mengatakan bahwa operasi berjalan dengan lancar. Lalu sebagai orang dewasa sekaligus wali, tante Selena menemui dokter untuk membicarakan kondisi Ibu.

Menurut hasil penyelidikan para polisi yang di dapat melalui pengakuan saksi mata dan rekaman kamera pengawas, kecelakaan tersebut terjadi akibat Ibu yang berlari menarik anak laki-laki tersebut, hal tersebut membuat Ibu harus jatuh membentur jalanan dan benturan keras tersebut menyebabkan kepala bagian belakang Ibu mengeluarkan darah yang cukup banyak. Ibu kehilangan banyak darah lalu akhirnya kehilangan kesadaran dan membuatnya mengalami trauma pada bagian kepala karena cedera yang ia dapat. Yang terburuknya Ibu mengalami pendarahan otak sehingga kini Ibu masih belum sadarkan diri.

Bagaimana bisa aku baik-baik saja setelah mendengar hal ini. Kami tak pernah tahu apa yang akan terjadi pada Ibu setelah ini, tapi sungguh aku hanya berharap agar Ibu bisa segera menyadarkan diri.

Apa hal ini terjadi karena niat burukku sebelumnya, untuk sesaat aku berharap anak tersebut meninggal, namun kini yang terbaring tak sadarkan diri malahan Ibuku sendiri.

Aku duduk memeluk lututku, sembari menangis menyesali semua yang telah terjadi. Rasanya sungguh menyakitkan, pikiran dan perasaanku saat ini sangat kacau.

Tak lama wanita tersebut datang bersama beberapa pihak polisi, aku berdiri menatapnya dengan penuh kebencian. Seandainya dia menjaga anaknya dengan baik, seandainya dia tak ada di sana , seandainya dia tak pernah hadir di hidupku, semua ini tak mungkin terjadi.

Polisi menjelaskan apa yang terjadi, wanita tersebut juga meminta maaf atas apa yang menimpa Ibuku. Aku tahu persis semua ucapannya hanyalah kepalsuan, meski ia menangis darah sekalipun aku tak akan pernah memaafkannya.

“Saya akan tanggung semua biayanya, tapi untuk saat ini saya masih belum bisa melunasi biaya rumah sakit ataupun…” ucapnya terpotong.

“Anda harus bayar untuk semua yang terjadi sampai hari ini, semuanya” tegasku.

“Maaf tapi di mana wali korban?” tanya seorang pria yang berdiri di samping tante Sarah.

“Mas, kamu bawa Karel keluar dulu biar aku bicara sama anak ini” ucapnya.

“Karel?” batinku.

Aku semakin marah mengetahui wanita tersebut memberi nama anak laki-lakinya tersebut dengan nama yang sama dengan mendiang adik laki-lakiku, Karel.

Kini hanya ada aku dan wanita tersebut, ia berbicara seakan apa yang terjadi pada Ibu bukanlah kesalahnya, padahal di depan para polisi ia menangis sembari memohon maaf dariku.

“7,8,9,10,11…” gumamku sembari berhitung menggunakan jari-jari tanganku.

“Ngapain kamu? Saya lagi bicara” ujarnya.

“Masih ada 9 tahun lagi buat anak itu, semoga 9 tahun cukup buat dia bisa seneng-seneng sama hidupnya” lontarku.

“Apa maksud kamu?” tanyanya.

“Nama anak itu Karel kan? Karel yang saya kenal usianya cuma sampai 16 tahun, hari ini mungkin dia selamat dari maut, tapi saya pastiin hidupnya cuma sampai 9 tahun lagi” ujarku.

Lihat selengkapnya