Sehari berlalu setelah kecelakaan, Ibu masih belum menyadarkan diri, dokter bilang pendarah otak yang Ibu alami telah menyebar luas sehingga saat ini Ibu masih belum bisa sadarkan diri, kemungkinkan Ibu akan mengalami koma untuk beberapa waktu.
Sungguh menyesakkan, bahkan sebelum ini Ibu sudah sangat kesulitan karena skizofrenia yang di deritanya.
“Mika, tante udah bawain beberapa pakaian, kalau mau kamu bisa ganti baju dulu” ucap tante Selena yang baru tiba dari rumah.
“Makasih banyak tante, tanpa tante Mika gak tau harus gimana lagi” ucapku dengan mata berkaca.
“Maaf, maafin tante kamu harus ngalamin hal kayak gini” sesal tante Selena kemudian memelukku erat.
“Kenapa tante minta maaf” ujarku.
Setelahnya tante Selena memintaku untuk keluar dan mencari udara segar, karena terus menolak akhirnya tante Selena memintaku untuk membawakannya minuman. Dengan begitu aku harus keluar dan mengikuti ucapannya.
Setelah mendapatkan beberapa minuman aku berjalan di sekitar taman rumah sakit. Sedikit menenangkan diriku, sekalian menjernihkan segala pikiran dan perasaan buruk. Dari belakang seseorang meneriakkan namaku.
“Leo?” gumamku, mengetahui Leo yang berteriak memanggilku.
Leo bergegas ke arahku dan mengajakku untuk berbicara. Kami menemukan tempat yang tenang, aku dan Leo duduk berdampingan di kursi taman.
“Lu sakit?” tanyanya.
“Engga” jawabku.
“Terus kenapa? Lu juga tadi gak ikut ujian, keluarga lu ada yang sakit?” tanyanya.
“Hm… iya” jawabku singkat.
“Oh...! maaf, lu pasti gak nyaman ya gua tiba-tiba ngajak lu ngobrol kayak gini?” anggapnya.
“Gak kok, gak gitu” jawabku lagi.
“Sebenernya gua mau nanya kenapa tiba-tiba ada rumor kayak gitu di sekolah, lu juga sampe sekarang belum ngejelasin apapun. Sophia juga jadi murung setiap hari” ungkapnya.
“Sophia? Kenapa?” tanyaku heran.
“Terakhir kali dia nangis-nangis karena masalah ini, katanya gak mungkin lu kayak gitu tapi dia juga gak tau apa yang terjadi, gua bingung harus gimana lagi buat nenangin dia” keluhnya.
“Lo bisa kan temenin Sophia terus?” tanyaku.