Hari ini aku pergi menemui seseorang yang begitu aku benci, seseorang yang sebelumnya tak ingin aku temui lagi. Laki-laki jahat yang telah menghilangkan nyawa saudaraku, aku duduk di balik kaca pembatas, berhadapan dengannya di ikuti dengan perasaan benci yang sangat mendalam.
“Kejutan apa ini? kenapa tiba-tiba anak perempuan papa dateng ke sini?” candanya.
“Apa lagi? saya kangen sama om Rama” cemoohku, dengan senyuman palsu.
Laki – laki tersebut mengangguk dan tersenyum cemas, aku menatapnya dengan tajam sehingga membuatnya mulai merasa tak nyaman.
“Kamu mau balas dendam soal kematian saudara kamu?” tanyanya.
“Bener, tapi sebelum itu saya punya beberapa hal yang perlu saya ketahui” ucapku.
“Apa?” tanyanya.
“Kenapa nama anak itu harus Karel? Saya cuma gak ngerti kenapa harus nama yang sama, sama adik saya?” tanyaku.
“Kamu ketemu sama anak saya? Kenapa kamu nemuin dia?!” ujarnya.
“Oh… om pasti belum tau kalo kemarin anak om hampir aja meninggal” ujarku.
“Apa kamu bilang?!” geramnya.
“Tenang, masih belum kok. Jadi saya tanya sekali lagi sama om, kenapa harus pakai nama Karel?!” ujarku.
“Kamu tahu, adik kamu anak yang cerdas, berbakat, menurut saya dia anak yang luar biasa karena itu saya berharap anak saya juga sama seperti dia” ungkapnya.
Sungguh tak habis pikir, beraninya dia berpikiran seperti itu lalu membunuh Karel. Sumpah, aku benar-benar membencinya.
“Om tenang aja, om bisa lebih lama menderita di penjara biar saya yang wujudin keinginan om” ujarku.
“Apa maksud kamu?” tanyanya.
“Om berharap anak itu sama kan kayak Karel? Saya bisa buat dia ngalamin hal yang sama, saya bisa pastiin hidup anak om sama kayak Karel” tegasku.
“Jangan macem-macem kamu! Jangan sentuh anak saya, dia gak punya salah apapun sama kalian!” teriaknya, ketakutan sembari memberontak dari balik kaca.
“Terus apa salah adik saya?! Apa salah Karel sampai om ngelakuin itu ke dia?!” teriakku.
“Kalau kamu berani ganggu keluarga saya, saya akan keluar dari penjara dan bunuh kamu!” ancamnya.
Aku menghela napas mendengar ucapannya, aku begitu marah karena menemuinya, ia sama sekali tak memiliki penyesalan atas apa yang telah ia lakukan. Tapi sepertinya hal ini bagus untukku hanya dengan begitu aku bisa terus membencinya.
“Harusnya saya yang bilang gitu! Tolong bilang sama istri anda buat gak ganggu keluarga saya lagi!” ujarku.
“Waktu kunjungan sudah berakhir, tahanan silahkan kembali ke sel” ucap penjaga sel.
“Asal kamu tau, sebelum kamu datang ada anak perempuan yang menemui saya. Dia tahu semua tentang kamu, tinggal tunggu waktu sampai dia menyebarkan semua tentang kamu!” ungkapnya, sebelum keluar dari ruangan.
Aku tercengang mendengar hal tersebut, siapa yang datang menemui om Rama dan apa alasannya melakukan hal tersebut. Aku bahkan tak sempat menanyakan hal tersebut pada laki-laki itu, pikiranku kalut sepanjang perjalan pulang.
Mungkinkah Irene, tapi mengapa dia melakukan hal tersebut apa lagi tujuannya. Apakah Irene bersungguh-sungguh ingin menghancurkanku, sebenarnya apa yang terjadi.
Di sekolah aku pergi menemui Irene, benarkah perempuan yang om Rama maksud adalah Irene. Aku sungguh berharap orang itu bukanlah Irene. Aku berjalan menuju meja Irene dan berdiri di hadapannya, membuat seluruh pasang mata di kelas menatap ke arahku.
“Gue mau ngomong” ucapku.