Dear, diary

Liepiscesha
Chapter #72

Chapter 71

Sejak pagi Irene terus menghubungiku dan memintaku untuk segera datang ke sekolah. Dengan berat hati aku datang menemuinya, tak tahu lagi apa yang hendak dia katakan kali ini.

“Kenapa?” tanyaku dengan nada malas.

“Lo ngeremehin gue? Gue udah nyuruh lo buat jauhin mereka, tapi kenapa Sophia masih post foto kalian?” ujarnya.

“Foto apaan sih?” tanyaku.

“Apa susahnya sih pindah dari sini?! lo cuma harus jauhin kita semua, lo cuma harus pergi dari sini!” ujarnya, sembari terus mendorong tubuhku.

“Udah Irene! Berhenti!” geramku kemudian menepis lenganya.

Tanpa sengaja aku membuat Irene terjatuh ke lantai, ia merintih kesakitan meski aku hanya menepis lengannya pelan.

“Gak usah akting lagi, gak ada siapa-siapa” ujarku.

Ia tak menghiraukan ucapanku dan masih terlihat kesakitan, aku mendekatinya lalu mendapati beberapa memar di kakinya.

“Jangan bilang…” batinku, cemas.

Aku segera memeriksa keadaannya, benar saja banyak memar di kaki dan lengannya. Aku menduga memar ini di sebabkan oleh ayahnya, mungkin saja Irene mendapatkan pukulan karena masalah yang tengah terjadi saat ini.

“Lepas!” geramnya, menepis lenganku.

“Lo… jangan bilang papa lo mukul lo?” tanyaku.

“Bukan! Jangan sok tau, lagian bukan urusan lo!” ujarnya, dengan kasar.

 Aku hanya bisa menghela napas melihat sikap Irene yang masih keras kepala.

“Kalo lo gak juga pindah dari sini, gue bakal sebarin semua perbuatan mereka ke anak-anak sekolah! Soal Arlen yang pernah ngebunuh temen sekelasnya, soal Sophia yang pernah ngebully temen kurusnya, soal Leo yang pernah di tahan karena balapan liar, soal kehidupan Yian yang nakal di Amerika! Lo mau gue sebarin soal itu ke sekolah?” ancamnya.

“Harus lo ngelakuin ini? sebenernya lo mau sampe sejauh mana?” ujarku.

“Sampe lo pergi dari kehidupan gue!” jawabnya.

“Lo ingetkan kalo gue masih punya video lo?” ucapku.

 

“Gue gak peduli, lo bilang lo mau hancur bareng kan? Sebarin aja, gue gak peduli. Setelah kita semua hancur, gue bakal bunuh diri” ancamnya.

Aku tercengang mendengar ucapannya, Irene benar-benar keterluan jika dia mengatakan hal seperti itu maka aku tak lagi memiliki pilihan selain mengikuti ucapannya.

“Lo pikir gue bakal takut dengan ancaman lo? Kalo emang lo mau bunuh diri kenapa harus nunggu sampe hancur dulu?” ucapku.

Irene kemudian mengeluarkan sebuah cutter dari dalam tasnya, aku menyesali ucapanku sebab Irene tak mengatakan hal tersebut hanya untuk sekedar menakutiku.

“Okay, lo mau lihat sekarang?” tanyanya, sembari mengeluarkan mata pisau cutter tersebut.

Aku segera merebut cutter di genggamannya.

“Jangan lakuin apapun! Kasih gue waktu” ucapku.

“Jadi lo bakal pindah dari sini?” tanyanya.

“Eum! Jadi jangan lakuin hal bodoh apapun, jangan ganggu mereka” ujarku.

Aku berjalan meninggalkannya, setelah cukup jauh aku meletakan cutter tersebut di tempat yang aman.

“Kok lu pergi duluan?” tanya Yian, begitu muncul di hadapanku.

Aku melewatinya begitu saja, namun Yian mengejarku lalu menghadang jalanku.

Lihat selengkapnya