Padahal ku pikir aku tak akan bisa membersihkan namaku di sekolah, ku pikir aku akan benar-benar di ingat sebagai seseorang yang buruk begitu aku pergi. Meski semuanya telah selesai bagiku, namun aku masih khawatir dengan kondisi Irene setelah ini, apakah hubungan kami tak akan bisa kembali lagi seperti dulu, aku bahkan bisa memaafkan kesalahnya jika ia mau kembali lagi.
“Ngapain di sini? gak dingin?” tanya tante Selena.
“Tante” balasku.
Tante Selena memberikan segelas coklat panas padaku, kami duduk di balkon rumah pada cuaca yang dingin saat ini.
“Loh…ternyata di sini juga kita bisa ngeliat bintang ya” ujar tante Selena, sembari menatap langit.
Aku tersenyum menanggapi ucapan tante Selena, akupun selalu merasa takjub bisa melihat bintang dari tempat ini.
“Kamu gapapa? Jadi kamu udah mutusin mau pindah ke mana?” tanyanya.
Senyumku pudar, sesaat aku lupa jika aku harus pindah dari sekolahku saat ini. Sebenarnya aku telah berhasil membersihkan namaku, aku berpikir kembali apa aku memang harus pindah dari sana.
“Kenapa? Kamu belum selesai?” tanyanya lagi.
“Gak, tante. Sebenernya masalahnya udah selesai, anak-anak lain udah tau kalo aku gak salah, aku udah bersihin nama aku di sekolah” ungkapku.
“Serius? Bagus dong, terus apalagi yang kamu cemasin?”
“Aku khawatir sama Irene” ucapku.
“Sebenernya kamu punya sifat kayak gini darimana sih, bahkan mama sama papa kamu gak sebaik kamu” ujar tante Selena.
“Aku udah ngerasa deket banget sama Irene, dengan dia bersikap kayak gini pun aku masih ngerasa deket sama dia, walaupun kenyataannya Irene gak ngerasain hal yang sama” ujarku.
“Kecewa atau mengecewakan, selalu ada hal kayak gitu dalam hidup. Gak ada yang salah dengan berharap, tapi gak ada yang salah juga dengan kecewa. Keduanya berhubungan dengan baik” ujar tante Selena.
“Seandainya aku yang ada di posisi Irene, apa aku bakal menjauh atau memulai lagi. Seandainya aku jadi dia..” gumamku.
Irene sendiri yang mengatakan bahwa ia begitu membenci diriku, dia bahkan sampai bertindak sejauh ini demi menghancurkanku. Dia bahkan menghancurkan hidupnya sendiri, sepertinya tak akan nyaman bagi kami jika masih berada di tempat yang sama.
Aku terjaga sepanjang malam, aku tak bisa berhenti berpikir, rasanya masih begitu menyesakkan. Harusnya aku tahu, apapun yang terjadi, entah aku berhasil membersihkan nama baikku atau tidak, aku akan tetap merasa seperti ini. Apakah memang tak akan ada akhir yang bahagia untuk masalah ini.
Aku meminta wali kelas untuk mengakhiri masalah saat ini, namun pihak sekolah tetap memberikan hukuman pada Irene dan Ina. Setidaknya keduanya tak di keluarkan dari sekolah, beberapa bertanya mengapa aku membiarkan masalah ini berakhir begitu saja, tak ada jawaban lain selain karena aku ingin memaafkan semua yang telah terjadi, karena aku akan merasa lebih baik jika aku melupakan semua yang telah terjadi.
Orangtua Ina bahkan sampai meminta maaf pada tante Selena, juga Ibu. Begitu juga dengan kepala sekolah dan wali kelas, mengingat kondisi ibu saat ini yang tak bisa mengingat apapun, tante Selena datang untuk mewakili Ibu.
Aku lega karena tante Selena tak lagi kecewa pada apa yang terjadi.
Nampaknya Irene berusaha untuk terlihat tak memedulikan apa yang terjadi, ia tetap bersikap tangguh dan dingin seperti biasanya. Namun bagiku, ia terlihat sangat berantakan, aku tak tahu apa yang ia alami di rumahnya, tapi aku tetap merasa Irene tengah hancur.
Aku sengaja melewati depan rumah Arlen begitu pulang dari toserba, aku berusaha melihat ke dalam rumahnya, aku bahkan sampai melompat kecil namun masih tak bisa melihat ke dalam rumah tersebut.
“Tinggi banget pagernya” gerutuku, sebal.
“Nyari apa?” kejut kak Elthan dari belakang.
“Eh, kak El” sapaku, canggung.
“Ngapain? Mau ketemu Arlen?” tanyanya.